31 Juli 2011

Sergur 2011

KETENTUAN BAGI PESERTA PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) TAHUN 2011 :
  1. Check in dan daftar ulang peserta tanggal 7 Agustus 2011 mulai pukul 12.00 hingga 13.30 di tempat PLPG masing-masing.
  2. Membawa, memperlihatkan ijazah asli dan akta IV.
  3. Membawa draft rancangan proposal PTK.
  4. Peserta wajib membawa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dansoftcopy-nya sebanyak tiga perangkat dengan topik/materi pembelajaran yang berbeda dan dianggap belum dikuasai serta media pembelajaran yang diperlukan untuk ditampilkan pada saat Praktik Mengajar.
  5. Untuk pengecekan Biodata di lokasi PLPG, mohon dibaca dengan seksama terutama nama dan tempat tanggal lahir harus sesuai ijazah & SK.
  6. Membawa alat tulis (pensil 2B, penghapus, serutan, penggaris cetakan LJK, dan papan alas) yang diperlukan untuk mendukung kelancaran kegiatan Ujian Tulis.
  7. Membawa surat keterangan sehat dari dokter setempat.
  8. Membawa bahan ajar dan diharapkan membawa Laptop.
  9. Membawa pakaian secukupnya dan tidak membawa barang-barang berharga.
  10. Membawa perlengkapan sholat (bagi peserta yang beragama Islam).
  11. Peserta yang memiliki penyakit khusus sebaiknya membawa obat-obatan pribadi dan melapor kepada panitia.
  12. Panitia tidak menerima SPPD dan Surat Tugas dari peserta, kartu peserta dapat dijadikan bukti bahwa peserta telah mengikuti PLPG.
  13. Bersedia mengikuti pelatihan secara penuh, menandatangani dan mengisi surat pernyataan yang disediakan oleh panitia. Jika tidak mengikuti PLPG selama 10 hari dianggap mengundurkan diri dan dinyatakan tidak lulus PLPG.
  14. Panitia menyediakan penginapan, makan dan snack, serta kelengkapan pelatihan selama kegiatan pelatihan.
  15. Biaya perjalanan dari kota asal ke tempat pelatihan dan sebaliknya, ditanggung peserta.
  16. Selama pelaksanaan pelatihan peserta tidak diperkenankan meninggalkan tempat pelatihan.
  17. Berperilaku sopan selama mengikuti pelatihan.
  18. Peserta hadir setiap sesi materi pelatihan sesuai jadwal pelatihan yang telah ditetapkan.
  19. Bagi peserta yang berhalangan mengikuti PLPG secepatnya menginformasikan kepada panitia.
  20. Hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan ini akan diinformasikan pada saat pelatihan.


www.sergur34-unpas.org

30 Juli 2011

Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran*)

Abstrak:
Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan utama Lesson Study yaitu untuk:(1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar;(2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran;(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif.(4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.Manfaat yang yang dapat diambil Lesson Study, diantaranya:(1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya,(2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Lesson Study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Lesson Study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari:(1) perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); refleksi (check); dan tindak lanjut (act).

Kata Kunci : lesson study, kolaboratif, plan, do, check, act

A. Pendahuluan
Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filsafiah sampai dengan hal–hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun vokasional.

Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk diperbincangkan yaitu tentang Lesson Study, yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini,Lesson Study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif.

Dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara ringkas tentang apa itu Lesson Study dan bagaimana tahapan-tahapan dalam Lesson Study, dengan harapan dapat memberikan pemahaman sekaligus dapat mengilhami kepada para guru (calon guru) dan pihak lain yang terkait untuk dapat mengembangkan Lesson Study lebih lanjut guna kepentingan peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa.

B. Hakikat Lesson Study
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkankenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Studytampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.

Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:

“lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues”.

Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.

Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:

  1. Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya. 
  2. Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa. 
  3. Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Studyadalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah. 
  4. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti. 

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: 


  1. memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, 
  2. memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, 
  3. mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), 
  4. belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, 
  5. mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, 
  6. membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan 
  7. mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas. 


Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: 

(1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, 
(2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan 
(3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru.

Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah danLesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.

Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia Universitymenyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.

C. Tahapan-Tahapan Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : 

(1) Perencanaan (Plan); 
(2) Pelaksanaan (Do) dan 
(3) Refleksi (See). 


Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dariUniversity of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
  1. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study. 
  2. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study. 
  3. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons. 
  4. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa. 
  5. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa 
  6. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada. 

Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsepPlan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study

1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.

2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: 

(1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan 
(2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:

  1. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama. 
  2. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study. 
  3. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa. 
  4. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama. 
  5. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru. 
  6. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. 
  7. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP. 
3. Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.

Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.

4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial.

Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.

Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.

D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Lesson Study merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. 
  2. Tujuan Lesson Study adalah : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. 
  3. Ciri-ciri dari Lesson Study yaitu adanya: (a) tujuan bersama untuk jangka panjang; (b) materi pelajaran yang penting; (c) studi tentang siswa secara cermat; dan (d) observasi pembelajaran secara langsung 
  4. Lesson study memberikan banyak manfaat bagi para guru, antara lain: (a) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (b) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (c) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study 
  5. Penyelenggaraan Lesson Study dapat dilakukan dalam dua tipe: (a) Lesson Studyberbasis sekolah; dan (a) Lesson Study berbasis MGMP. 
  6. Lesson Study dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (check); dan (d) tindak lanjut (act). 
*) tulisan Akhmad Sudrajat

Sumber Bacaan:

Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. online: http ://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm

Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm

Lesson Study Research Group online: http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html

Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat

Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study


TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk menumbuhkan sikap kewarganegaraan generasi penerus bangsa. Tentunya studi ini sangat mendukung untuk membentuk mental dan kepribadian siswa menjadi mental yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Maraknya kegiatan yang mengancam kedaulatan NKRI kini menjadi nilai urgenitas tersendiri bagi keberadaan Pendidikan Kewarganegaran sebagai suplemen kurikulum siswa/i dari pendidikan dasar hingga perguruan inggi.

Oleh karena itu , kali ini saya akan membahas Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan pendapat para ahli maupun dari pengertian secara umum hingga mendetail untuk menambah pengetahuan maupun wawasan kita terhadap studi ini.

Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional.

Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
  1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan. 
  2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 
  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 
  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/ 1995:10) adalah sebagai berikut:
  1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. 
  2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila sejati” (Somantri, 2001:279).

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan :
  1. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI. 
  2. Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI. 
  3. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas. 
  4. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Setelah menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.

PENGERTIAN, TUJUAN , MANFAAT, DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU

1. Apa yang dimaksud dengan sertifikasi guru?
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.

2. Apa yang dimaksud dengan sertifikat pendidik?
Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

3. Mengapa disebut sertifikat pendidik bukan sertifikat guru?
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.

4. Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
Sertifikasi guru bertujuan untuk:
a. menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. meningkatkan martabat guru
d. meningkatkan profesionalitas guru

5. Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
b. merusak citra profesi guru.
c. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
d. tidak profesional.
e. Meningkatkan kesejahteraan guru

6. Mengapa sertifikasi guru dilakukan?
Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.

7. Apa dasar pelaksanaan sertifikasi?
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.

Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

8. Apa sertifikasi guru menjamin peningkatan kualitas guru?
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.

Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.

Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru.

Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.

9. Apakah program sertifikasi guru ini akan berlanjut terus?
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14/2005, sertifikasi guru akan terus dilaksanakan sampai Undang-Undang tidak mengamanatkan pelaksanaan sertifikasi guru.

29 Juli 2011

PENGERTIAN STATISTIK

Secara etimologis kata "statistik" berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara. Pada mulanya, kata "statistik" diartikan sebagai "kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)" saja; bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut statistik. Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan kata statistic. Kedua kata itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistics artinya "ilmu statistik", sedang kata statistic diartika sebagai "ukuran yang diperoleh atau berasal dari sampel," yaitu sebagai lawan dari kata "parameter" yang berarti "ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi".


Pengertian Statistika menurut para Akhli 


Statistik adalah cara untu mengolah data dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang teliti dan keputusan-keputusan yang logik dari pengolahan data. (Prof.Drs.Sutrisno Hadi,MA)
Irianto, Agus, 2004. Statistik konsep dasar dan apliaksinya. Jakarta. Prenada media group

Statistik adalah sekumpulan cara maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan(Analisis), penarikan kesimpulan, atas data-data yang berbentuk angka dengan menggunakan suatu asumsi-asumsi tertentu.(Prof.Dr.H.Agus Irianto)
Irianto, Agus, 2004. Statistik konsep dasar dan apliaksinya. Jakarta. Prenada media group

Statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisa, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka. (Ir.M.Iqbal hasan,MM)
Hasan,Iqbal, 2008. Materi statistik I. Jakarta. Bumi aksara

Statistik adalah metode yang memberikan cara-cara guna menilai ketidak tentuan dari penarikan kesimpulan yang bersifat induktif. (Stoel dan Torrie)

Statistik adalah metode/asas-asas mengerjakan/memanipulasi data kuantitatif agar angka-angka tersebut berbicara.(Anto dajan)

Statistik diartikan sebagai data kuantitatif baik yang masih belum tersusun maupun yang telah tersusun dalam bentuk table. (Anto dajan)
Dajan,Anton, 1986. Pengantar statistic jilid I. Jakarta. LP3ES

Statistik adalah studi informasi dengan mempergunakan metodologi dan teknik-teknik perhitungan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan praktis yang muncul di berbagai bidang. (Suntoyo Yitnosumarto)
Yitnosumarto, Suntoyo, 1990. Dasar-dasar statistik. Jakarta. Rajawali

Konsep Data Statistik

Dalam suatu analisis metode statistika, Anda akan selalu berhadapan dengan “data”. Kenapa? Karena data inilah yang menjadi bahan baku analisis tentunya. Jadi setinggi apapun keilmuan seseorang tentang statistika tanpa ada data, dia takan berkata apa-apa, kecuali cuma bergumam belaka.


Oleh karena begitu pentingnya data dalam suatu analisis statistika, maka menurut penulis sebelum Anda mempelajari metode statistika lebih lanjut sebaiknya anda membaca dan memahami data itu sendiri. Data, selain menjadi bahan baku dalam suatu analisis statistika, juga menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam pemilihan metode analisis statistika dalam menyelesaikan suatu masalah.


Pengertian Data atau lengkapnya sering disebut data statistik adalah kumpulan keterangan atau fakta yang menjelaskan mengenai suatu persoalan. Data adalah merupakan representasi fakta dunia nyata yang mewakili suatu objek berupa nilai yang direkam dalam bentuk angka, hurup, symbol, teks, gambar, bunyi atau kombinasinya. Data yang mempunyai nilai yang berubah-ubah disebut variabel dan data yang mempunyai nilai-nilai yang tidak berubah disebut konstanta. Contoh yang termasuk variabel adalah data tentang tinggi badan, berat badan, presepsi konsumen terhadap produk tertentu, dan sebagainya, sedangkan contoh data yang termasuk konstanta adalah nilai-nilai yang sudah ditetapkan seperti phi= 3,141592654 dan sebagainya.


Berdasarkan sifatnya:
  • Data kualitatif, yaitu data yang berupa kategori. Contoh: rusak, baik, senang, puas, berhasil, gagal dan sebagainya.
  • Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk bilangan atau angka. Contoh: 1 m, 2 m, 3 meja, 1 kursi dan sebagainya.

Berdasarkan bentuk data kuantitatif:
  • Data diskrit, yaitu data yang diperoleh dari hasil perhitungan. Contoh: Banyaknya perserta kuliah hari ini, Banyak pengunjung pada sebuah Plaza, Penghuni rumah no. 12, dan sebagainya.
  • Data kontinu, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Contoh: Jarak tempuh dari rumah ke kampus (km), Hasil Panen Petani A (ton), Prestasi belajar mahasiswa B (IPK), Keterampilan pegawai C (menit).
Berdasarkan Skala Pengukuran:
  • Nominal. Skala nominal merupakan skala data yang sangat sederhana, dimana angka yang dicantumkan hanya untuk mengklasifikasikan. Variable (data yang dapat berubah-rubah nilainya) yang datanya merupakan bersekala nominal disebut variabel nominal.
Ciri-ciri data berskala nominal, yaitu:
  1. Angka yang dicantumkan digunakan sebagai tanda pembeda saja dari data yang posisinya stara
  2. Tidak berlaku operasi matematik, seperti: >,<, X, -, /, + dan ^). Contoh: Data jenis kelamin: pria di beri tanda 1, perempuan diberi tanda 2; Data mata pencaharian: buruh diberi tanda 1, pegawai negeri diberi tanda 2, pengusaha diberi tanda 3; Kode pos: kecamatan A diberi tanda 45391, kecamatan B diberi tanda 45392 dan kecamatan C diberi tanda 45393. Dari contoh tersebut kita tidak bisa menyatakan bahwa pria lebih rendah dari perempuan dan begitu pula sebaliknya. Dengan tanda pria =1 tidak berlaku perhitungan +,- atau /. Misal pria (1) + pria (1) tidak mungkin menghasil 2 adalah perempuan. Penjelasan yang sama untuk contoh kode pos, missal kode pos 45391 dan 45396 itu hanya membedakan tempat saja.
  • Ordinal. Data ordinal adalah data yang diperoleh dengan kategorisasi, dimana angka-angka yang dicantumkan merupakan pembeda juga menunjukan adanya urutan tingkatan yang berdasarkan criteria tertentu.
Ciri-ciri skala ordinal, yaitu :
  1. Angka yang dicantumkan digunakan sebagai tanda pembeda serta menyatakan tingkatan data saja.
  2. Tidak berlaku opersi matematik (X, -, /, + dan ^). Contoh: Data tentang tingkat pendidikan:lulusan SD diberi tanda 1, lulusan SMP diberi tanda 2, lulusan SMU diberi tanda 3, lulusan D-1 diberi tanda 4, lulusan D-2 diberi tanda 5, lulusan S-0 diberi tanda 6, lulusan S-1 diberi tanda 7. Dari contoh tersebut kita hanya dapat menyatakan bahwa tingat pendikan seseorang lebih rendah atau tinggi saja. Tidak berlaku bahwa seseorang lulusan SMP yang mempunyai ijazah SD = 1 dan ijazah SMP =2 menjadi seseorang lulusan SMU yang diberi tanda 3.
  • Interval. Data skala interval adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran yang tidak mempunyai nilai nol mutlak. Contoh: Suhu 0C - 100C atau 32F - 212F
  • Rasio. Data skala rasio adalah data yang diperoleh dari hasil perhitungan yang mempunyai nilai nol mutlak. Contoh: Misalnya jumlah buku adalah 5 jika ada 5 buku, maka dinyatakan nilainya 5 dan jika tidak ada buku ,maka nilainya dinyatakan 0.
Berdasarkan sumbernya: 
  • Data Intern, yaitu data dalam lingkungan sendiri. Contohnya: data pribadi, spesifikasi produk, beban biaya produksi, kualitas produk dan sebagainya.
  • Data Ekstern, yaitu data yang diperoleh dari pihak atau sumber lain, sehingga berdasarkan sumbernya, data ekstern terbagi menjadi dua bagian lagi, yaitu:
    • Data Ekstern Primer, yaitu data pihak lain yang langsung dikumpulkan oleh peneliti itu sendiri. Contoh: Peneliti mencatat kapasitas produksi produk c di pabrik A, peneliti mencatat kualitas produk di pabarik A, peneliti mencatat penghasilan bulanan pegawai Pabrik A, Peneliti mencatat prestasi akademik mahasiswa Jurusan A.
    • Data Ekstern Sekunder, yaitu data dari pihak lain yang dikumpulkan melalui sebuah perantara lagi, lengkapnya data ekstern sekunder adalah mengambil atau menggunakan, sebagian atau seluruh data dari sekumpulan data yang telah dicatat atau dilaporkan oleh badan atau orang lain. Contoh: Peneliti mencatat data kualitas produk C dari hasil laporan peneliti lainnya untuk diterapkan dalam contoh aplikasi metode barunya tersebut.

20 Juli 2011

Iklan Layanan Masyarakat



Iklan Layanan Masyarakat merupakan bagian dari kampanye sosial marketing yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk kepentingan atau pelayanan masyarakat (Madjadikara, 2004).

Biasanya pesan Iklan Layanan Masyarakat berupa ajakan, pernyataan atau himbauan kepada masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan demi kepentingan umum atau merubah perilaku yang “tidak baik” supaya menjadi lebih baik, misalnya masalah kebersihan lingkungan, mendorong penghargaan terhadap perbedaan pendapat, keluarga berencana, dan sebagainya (Madjadikara, 2004).

Iklan layanan masyarakat juga menyajikan pesan sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang dapat mengancam keserasian dan kehidupan mereka secara umum (Kasali, 1992). Pesan tersebut dengan kata lain bermaksud memberikan gambaran tentang peristiwa dan kejadian yang akan berakibat pada suatu keadaan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Pada awal perkembangannya iklan layanan masyarakat tidak terlalu terikat pada penataan yang ketat, perencanaan pesan yang rumit, pemilihan media yang sesuai, sampai pada penentuan target audiens maupun pemilihan tempat dan waktu yang benar-benar tepat (Liliweri, 1992).
Namun seiring berkembangnya dunia periklanan dan semakin banyaknya perusahaan yang membuat Iklan layanan masyarakat disertai dengan perubahan paradigma dalam menciptakan pesan-pesan sosial maka iklan layanan masyarakat juga harus dibuat secara profesional seperti iklan komersial (Roman, Maas & Nisenholtz,2005).
Iklan Layanan Masyarakat biasanya dikeluarkan atau dibuat oleh perusahaan melalui biro iklan berdasarkan adanya sebuah fenomena yang tengah terjadi di masyarakat atau berdasarkan momentum hari-hari besar yang oleh masyarakat banyak dianggap istimewa. Fenomena dan momentum inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menjual ide dan gagasan yang sifatnya membuat persepsi positif masyarakat terhadap citra perusahaan.
Iklan layanan masyarakat tidak hanya disponsori oleh lembaga pemerintah dan organisasi non profit, tetapi juga perusahaan komersil. Bagi perusahaan komersil, iklan layanan masyarakat digunakan untuk tujuan membangun empati sebagai tanggungjawab sosial dalam masyarakat.
Dengan membangun empati maka akan terbangun citra yang baik dimata masyarakat dan menstimulasi masyarakat untuk percaya pada perusahaan tersebut hingga akhirnya tertarik untuk mengkonsumsi produk mereka. Dengan demikian, secara tidak langsung perusahaan komersil yang berorientasi profit menggunakan iklan layanan masyarakat sebagai media iklan komersial.
Seperti juga iklan yang bersifat komersil, di dalam strategi iklan layanan masyarakat tema kampanye yang paling efektif dan strategis adalah tema yang hanya mendasarkan pada satu pesan atau gagasan dan gambar yang tetap (Roman, Maas & Nisenholtz, 2005).
Tema tersebut adalah tema yang diharapkan dapat menyentuh emosi masyarakat dan sifatnya adalah melayani masyarakat. Selain itu tema haruslah relevan dengan kondisi yang sedang terjadi di tengah masyarakat yang menjadi target iklan. Tema iklan layanan masyarakat dalam jangka panjang diharapkan dapat merubah perilaku suatu masyarakat kearah kebiasaan dalam batasan-batasan tertentu, sehingga pada akhirnya berlanjut sebagai suatu budaya (Liliweri, 1992).

19 Juli 2011

Pendidikan Karakter Mau Kemana?

SEJAK pertam kali dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan hari pendidikan Nasional pada 2010 lalu, model pendidikan karakter marak dipraktikkan di sekolah-sekolah. Lantas, seperti apa efektifitas aplikasi pendidikan karakter tersebut?

KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, pimpinan Pondok Modern Gontor Ponorogo, dalam wawancara dengan majalah Gontor (Juli 2011) berpendapat, bahwa pendidikan karakter itu sangat efektif di dalam pesantren. Karena di pesantrenlah pendidikan integral tercipta.

Dalam pandangan Kyai Sukri, pendidikan integral itu menciptakan orang yang berakter. Karakter dibangun bukan sekedar dengan pembelajaran, akan tetapi juga pengajaran, pelatihan, pembiasaan, dan pembinaan. Di sini artinya, pendidikan agama dan moralitas diintegrasikan.

Usulan model pesantren, sebagai basis pendidikan karakter patut direspon. Sebab selama ini harus diakui bahwa arah pendidikan karakter di Indonesia belum jelas. Model pendidikan karakter apa yang akan diaplikasikan Pendidikan Nasional.

Standar apa yang digunakan untuk menentukan karakter itu baik dan tidak baik, tampaknya Depdiknas belum memiliki acuan yang jelas.

Jika karakter yang dimaksud adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara, juga masih umum. Bisa ditafsirkan apa saja. Belum menunjukkan suatu karakter manusia ideal, setidaknya untuk bangsa Indonesia yang religius.

Paham Humanisme
Pemahaman umum yang diyakini kebanyakan pendidik, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Definisi ini masih belum menjelaskan di mana peran pendidikan agamanya.

Selama ini pendidikan karakter yang akan dan sedang diaplikasikan di sekolah umumnya mengacu kepada konsep yang ditulis oleh Doni Kusuma. Doni kusuma menyatakan bahwa konsep pendidikan karakter yang ia usung minus pendidikan agama.

Doni Kusuma, yang mengenyam pendidikan di jurusan Pedagogi Sekolah dan Pengembangan Profesional pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Kepausan Salesian, Roma, Italia tersebut ternyata mengadopsi pendidikan karakter model pedagog asal, Jerman F.W.Foerster.

Tujuan pendidikan, menurut Foerster, adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya.

Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi, yang memberikan kesatuan dan kekuatan atas keputusan diambilnya.

Diakui Doni bahwa pendidikan ala Foerster tersebut memang bukanlah pendidikan agama. Memang, pemikiran tersebut tidak  menunjukkan peran norma agama dalam pembentukan karakter. Jika seperti itu maka artinya, tanpa agama pun bisa saja orang jadi berkarakter baik.
Dengan demikian, maka model pendidikan seperti itu bermuatan humanisme. Humanisme merupakan ideologi sekular yang pernah dipopulerkan oleh Protagoras, filsuf Yunani kuno. Ideologi ini meyakini bahwa setiap manusia adalah standar dan ukuran segala sesuatu.

Ideologi ini sekular sebab menafikan agama sebagai standar tertinggi dalam menilai setiap aspek kehidupan. Para pengusung paham ini meyakini bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu digali dari manusia itu sendiri bukan dari doktrin agama.

Jika mengacu kepada konsep tersebut, seorang ateis pun bisa dikatakan berkarakter baik. Sebab tidak bersyarakat harus bertuhan apalagi bertauhid. Inilah yang disebut pragmatisme konsep pendidikan. Kebaikan itu hanya dinilai pada satu sisi saja, sedangkan sisi lain yang lebih esensial justru dibuang.

Karakter yang baik itu bukan sekedar berdisiplin, tidak korup, jujur dan lain sebagainya. Seorang ateispun bisa memiliki karakter-karakter tersebut.

Doni rupanya terlalu sialu dengan keberhasilan dan kemajuan Barat. Barat maju karena disiplin dan tidak korup. Tapi ia tidak melihat sisi lain, yaitu nilai sekularismenya. Konsep Foerster tersebut konsep pendidikan karakter yang bebas nilai (free value).

Karakter yang bebas nilai itu lah yang berbahaya. Tidak ada nilai-nilai ketauhidan. Seorang yang jujur, tidak korup dan berdisiplin tapi tidak percaya Tuhan tetap saja ia dinilai manusia maju dan berkarater. Dalam pandangan Foerster, spiritualitas itu dapat dicapai tanpa taat beragama. Di sinilah kerancuannya, bagaiman mungkin Negara Indonesia yang berpenduduk masyoritas muslim dan dikenal sebagai masyarakat religius dikenalkan pendidikan karakter yang sekular tersebut.

Jika karakter model Foerster yang dipakai, maka pendidikan kita bisa saja mencetak individu-individu cerdas, unggul dan berprestasi, akan tetapi berpaham sekular-pluralis.

Pendidikan Beradab
Maka seyogyanya pemerintah tidak malu-malu mengadopsi pendidikan karakter ala pesantren. Konsepnya jelas dan penerapannya telah dipraktikkan ratusan tahun yang lalu.

Di pesantren, apalagi pesantren yang menerpakan pendidikan integral, dikenalkan konsep adab. Dalam konsep adab, pertama-tama yang dibentuk adalah siswa yang berkarakter tauhid. Ini adalah elemen yang paling mendasar.

Siswa diajari bagaimana mengenal Sang Pencipta, bersyukur dan cara beribadah yang benar sesuai yang diperintah Allah.  Karakter ini pun tidak serta merta berarti tidak humanis atau anti-sosial.

Justru dengan karakter tauhid itu, adab kepada masyarakat, kepada sesame terbentuk. Tauhid adalah landasannya. Karakter tauhidi dikanlkan bersosialisasi, berorganisasi dan bertoleransi.

Pembentukan karakter di pesantren benar-benar serius. Sebab dilakukan selama dua puluh empat jam. Menurut KH Abdullah Syukri yang dicapai dari pendidikan karakter di pesantren itu adalah orang-orang yang berkarakter kuat, yang tidak cengeng dalam menjalani hidup, dan siap untuk menjalankan kehidupan. Sebab pada hakikatnya kehidupan itu adalah dari Allah dan untuk Allah, maka seorang siswa itu haru siap dengan segala konsekuensi kehidupan. Maka disinilah peran integralisasi pendidikan tidak bisa diabaikan. Seorang siswa cakap dalam ilmu umum sekaligus fasih mengamalkan ajaran agama. Tujuannya memang membentuk manusia beradab.

Seorang beradab pasti berkarakter baik. Sebab ia mengamalkan adab dalam setiap aspek kehidupan dan keilmuan. Setiap ilmu baik itu ilmu sosial atau eksakta dimasuki konsep adab, agar kelak ia menjadi ilmuan yang beradab, ulama yang intelektual bukan intelektual yang tahu tentang agama.

Sumber : Kholili Hasib Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Jurusan Ilmu Akidah


18 Juli 2011

Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa


INDIKATOR KEBERHASILAN SEKOLAH DAN KELAS

DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA


NILAI
DESKRIPSI
INDIKATOR SEKOLAH
INDIKATOR KELAS
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

1.       Merayakan hari-hari besar keagamaan.
2.       Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
3.       Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
1.       Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
2.       Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.

2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
1.       Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.
2.       Tranparansi laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
3.       Menyediakan kantin kejujuran.
4.       Menyediakan kotak saran dan pengaduan.
5.       Larangan membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau  ujian.
1.       Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang. 
2.       Tempat pengumuman barang temuan atau hilang.
3.       Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
4.       Larangan menyontek.


3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
1.       Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.
2.       Memberikan perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan  status ekonomi.
1.       Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
2.       Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.
3.       Bekerja dalam kelompok yang berbeda.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

1.       Memiliki catatan kehadiran.
2.       Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
3.       Memiliki tata tertib sekolah.
4.       Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin.
5.       Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.
6.       Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
1.       Membiasakan hadir tepat waktu.
2.       Membiasakan mematuhi aturan.
3.       Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
4.       Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
1.       Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
2.       Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
3.       Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
1.       Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
2.       Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
3.       Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
4.       Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
1.       Menciptakan situasi yang  menumbuhkan daya  berpikir dan bertindak kreatif.

1.       Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
2.       Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
7. Mandiri
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
1.       Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
1.       Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
8.Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

1.       Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
2.       Menciptakan suasana  sekolah yang menerima perbedaan.
3.       Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
1.       Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
2.       Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
3.       Seluruh produk kebijakan  melalui musyawarah dan mufakat.
4.       Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

1.       Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.
2.       Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
1.       Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
2.       Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
3.       Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik). 
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

1.       Melakukan upacara rutin sekolah.
2.       Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
3.       Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional.
4.       Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
5.       Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
1.       Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
2.       Mendiskusikan hari-hari besar nasional.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

1.       Menggunakan produk buatan dalam negeri.
2.       Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3.       Menyediakan informasi  (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
1.       Memajangkan: foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia.
2.       Menggunakan produk buatan dalam negeri.
12.Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,  mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
1.       Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
2.       Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
1.       Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik.
2.       Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
3.       Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
13. Bersahabat/
Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
1.       Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
2.       Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.
3.       Saling menghargai dan menjaga kehormatan.
4.       Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.
1.       Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
2.       Pembelajaran yang dialogis.
3.       Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
4.       Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
1.       Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
2.       Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
3.       Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender.
4.       Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
1.       Menciptakan suasana kelas yang damai.
2.       Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
3.       Pembelajaran yang tidak bias gender.
4.       Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

1.       Program wajib baca.
2.       Frekuensi kunjungan perpustakaan.
3.       Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
1.       Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik.
2.       Frekuensi kunjungan perpustakaan.
3.       Saling tukar bacaan.
4.       Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi,
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
1.       Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
2.       Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
3.       Menyediakan kamar mandi dan air bersih.
4.       Pembiasaan hemat energi.
5.       Membuat biopori di area sekolah.
6.       Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik.
7.       Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
8.       Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik.
9.       Penanganan limbah hasil praktik (SMK).
10.   Menyediakan peralatan kebersihan.
11.   Membuat tandon penyimpanan air.
12.   Memrogramkan cinta bersih lingkungan.
1.       Memelihara lingkungan kelas.
2.       Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
3.       Pembiasaan hemat energi.
4.       Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
1.       Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
2.       Melakukan aksi sosial.
3.       Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
1.       Berempati kepada sesama teman kelas.
2.       Melakukan aksi sosial.
3.       Membangun kerukunan warga kelas.
18.                Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
1.       Membuat laporan setiap kegiatan  yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
2.       Melakukan tugas tanpa disuruh.
3.       Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
4.       Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.

1.       Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
2.       Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
3.       Mengajukan usul pemecahan masalah.