Menurut
UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 : “Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan
dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis,
karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima
melalui perangkat penerima siaran. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan
siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut
atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara,
kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. “ 2. Radio siaran
merupakan komponen media komunikasi massa yang memiliki peran dan hubungan
timbal balik dengan sejarah bangsa Indonesia. Dalam perkembangannya radio
siaran tidak hanya harus memenuhi dan menciptakan selera public tapi juga punya
peran di dalam membentuk opini serta control social. Di-awali oleh nuansa
amatiran dilanjutkan dengan kuatnya posisi radio siaran sebagai sarana hiburan
akhirnya berkembang memainkan peran cukup signifikan sebagai media massa.
Mengingat tidak mudah prasyarat untuk melanjutkan pengelolaan radio siaran
swasta secara legal, dan begitu besar tuntutan fungsi peran radio siaran
sebagai alat pendidik, penerangan, hiburan yang harus dijalankan dan akan
terasa berat jika dipikul sendiri-sendiri, maka beberapa tokoh pengelola radio
siaran swasta dikota-kota besar mengambil inisiatif membentuk wadah-organisasi lokal-regional,
untuk memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan anggotanya, seperti
berkoordinasi dengan Pemerintah, mengurus persyaratan perizinan dan penyesuaian
ketentuan lainnya; sehingga lahirlah asosiasi seperti: Persatuan Radio Siaran
Jakarta (PRSJ), Persatuan Broadcaster Bandung (PBB), Persatuan Radio Siaran
Jawa Tengah (PRSJT), dan asosiasi sejenis di kota-kota besar lainnya. Menyadari
bahwa untuk pengembangan profesionalisme penyelenggaraan radio siaran swasta
semakin kompleks; dan pembinaan melalui asosiasi tingkat lokal-regional secara
sendiri-sendiripun menjadi tidak efektif, oleh sebab itu mulai difikirkan
terbentuknya organisasi bersifat nasional. Maka atas prakarsa tokoh-tokoh
Persatuan Radio Siaran Jakarta didukung tokoh-tokoh asosiasi atau tokoh radio
siaran swasta berbagai daerah, digagas, dipersiapkan sampai berhasil
diselenggarakan Kongres pertama Radio Siaran Swasta se-Indonesia yang
melahirkan organisasi “Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia” disingkat
PRSSNI di Balai Sidang Senayan Jakarta, pada tanggal 16-17 Desember 1974,
dihadiri 227 orang peserta, mewakili 173 stasiun radio siaran swasta dari 34
kota di 12 provinsi saat itu. Pada Munas ke IV PRSSNI di Bandung tahun 1983,
kata “Niaga” diganti “Nasional” sehingga menjadi PERSATUAN RADIO SIARAN SWASTA
NASIONAL INDONESIA tetap disingkat PRSSNI. Layaknya sebuah organisasi, PRSSNI
memiliki Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik/Standar Profesional
Penyelenggaraan Radio Siaran, serta Program Umum. Memiliki perangkat organisasi,
sistem dan mekanisme organisasi, yang pada setiap periode persidangan Munas
tiga-tahunan diperbaharui, diselaraskan dengan kebutuhan.
PERTUMBUHAN RADIO
SIARAN
Secara histories Radio Siaran Swasta telah melalui rangkaian perjalanan
panjang penuh dinamika yang terlepas dari bagian sejarah perjalanan politik
bangsa sejak tumbangnya orde lama. Pada awal kelahirannya, radio siaran swasta
merupakan intensitas komunikasi bagi perjuangan mahasiswa dan pelajar ketika
turut berperan menumbangkan rezim orde lama. Pada masa itu radio siaran masih
disebut dan berstatus amatir bertebar dalam bentuk komunitas kampus. Bahkan
kalau kita mau jujur para aktivis yang berjuang lewat jalur komunikasi dan
informasi dengan menggunakan perangkat radio pada awal kemerdekaan adalah
berstatus amatir dan merupakan cikal bakal terbentuknya Radio Siaran Pemerintah
dengan nama RRI setelah masa kemerdekaan. Sepanjang Pemerintahan Orde Baru
kehidupan RSS walaupun berkembang tapi penuh dengan keresahan dan tidak pernah
mendapatkan perlindungan hokum karena undang-undang tentang penyiaran belum
ada. RSS terus diawasi dengan dalih “Pembinaan..” keberadaan RSS pada masa lalu
hanya berdasarkan PP No. 55 tahun 1970. yang semula dimaksudkan hanya sebagai
pengatur kesemrawutan penggunaan frekuensi radio. Dan ketika Orde Baru harus
tumbang dirobokan arus reformasi, maka radio siaran juga tampil memainkan
peranan sebagai komunikator masyarakat.
KARATERISTIK – FUNGSI & PERAN
Sebagai media masa, radio siaran mempunyai karakteristik yang tidak dipunyai
oleh media lain : 1. Media siaran sangat fleksibel – murah dan tidak terbatas
pada; gerak, ruang serta waktu 2. Memiliki kecepatan dan ketepatan didalam
mencapai khalayak 3. Kemampuan yang tinggi didalam menghimpun dan membentuk
opini massa 4. Tidak dapat dihempas dengan peniadaan material 5. Dapat dengan
cepat menyesuaikan format siaran menurut kondisi serta situasi 6. Pendengar
radio mencakup wilayah sangat luas dengan jumlah khalayak melampaui media
manapun
FUNGSI : Sebagai pemegang ranah publik (public domain) mempunyai fungsi
utama sebagai:social control. Fungsi lain dari radio siaran adalah : 1.
Memenuhi rasa ingin tahu (sense of curiority) publik 2. Mengembangkan
intelektual social dengan menawarkan gagasan kemajuan ( the idea of the
progress) 3. Mengembangkan interaksi social 4. Mencegah terbentuknya masyarakat
diam dan skeptis (society of sadentaries) PERAN : Sebagai pemegang public
domain radio siaran mempunyai peran dan dituntut untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat dalam bidang : 1. Informasi 2. Penerangan 3.
Pendidikan 4. Hiburan 5. Dan dunia usaha
PARADIGMA BARU
Berangkat dari kondisi
RSS yang kurang menguntungkan kebijakan politis masa lalu, kini RSS menyadari
kelemahannya dan berupaya untuk bangkit mengatasi ketertinggalan. Secara
bertahap memasuki babak baru denga ciri profesional menuju industri media
radio. Bila sebelumnya radio siaran bertumpu pada fungsi tunggal yaitu Hiburan,
kini mulai mengkristal sekaligus paling sedikit lima kepentingan yaitu :
Hiburan, informasi & penerangan, pendidikan, jurnalistik dan komersil. Era
industri radio ini dikenal sebagai : Paradigma Baru Radio Siaran. Menghadapi
persaingan serta globalisasi, para pengelola hanya dihadapkan kepada dua
pilihan : eksis atau tersingkir. Dan sejak sudah berfikir untuk memperoleh
peluang yang bisa melanjutkan kelangsungan hidup RSS-nya. Para owner sudah
ancang-ancang paling tidak berbenah mencapai tingkat standar. Bila sebelumnya
tidak secara optimal memanfaatkan berbagai pelatihan dan penyuluhan sekarang sudah
menyadari kekeliruan tersebut bahkan sekarang mulai nampak adanya usaha-usaha
rekrutmen tenaga SDM siap pakai dikalangan radio siaran. Walau menunjukkan
gejala kurang sehat, tapi menunjukkan bahwa dunia penyiaran di daerah ini akan
berkembang sesuai dengan tuntutan jaman, baik dari segi manajemen teknologi
maupun materi siaran. Kita sudah dapat melihat pembangunan phisik masing-masing
stasiun. Dan dapat pula mendengar riuhnya program-program jurnalistik dan
interaktif yang disajikan. Karena paradigma itu sudah bergeser dari state
approach kepada sociaty approach. Dengan demikian diharapkan, dunia usaha akan
lebih percaya untuk menggunakan jasa radio siaran sebagai sarana promosi.
PELUANG DAN TANTANGAN
Peta politik Indonesia telah menggiring industri radio
siaran swasta memasuki ambang babak ketiga di dalam kehidupannya. Babak pertama
adalah ketika radio amatir muncul sebagai cikal bakal radio-radio siaran swasta
pada pertengahan tahun 1960-an. Pembenahan yang kemudian dilakukan pemerintah
sekitar awal tahun 1970-an, mendorong radio siaran swasta memasuki babak kedua.
Ditandai dengan keluarnya ketentuan yang mengharuskan radio siaran swasta
dikelola lembaga berbadan hukum. Di babak kedua inilah, kendati terjadi pasang
surut, radio siaran swasta menjelma sebagai mesin bisnis. Pernah mencapai
kejayaan ketika banyak dimanfaatkan sebagai medium iklan. Lalu surut lagi saat
sebagian besar iklan mulai tersedot stasiun televisi swasta yang muncul di awal
tahun 1990-an. Memperhatikan fenomena pergeseran fungsi radio siaran swasta
dari sekadar media hiburan, menjadi media informasi merupakan pertanda
dimulainya babak ketiga.
Diperkirakan untuk mempertinggi mutu produk siaran,
beberapa diantaranya kemudian menjalin kerjasama pemberitaan dengan radio-radio
luar negeri seperti BBC dan VOA. Peluang Menumbuhkan Bisnis Radio Pada
masa reformasi, bagi beberapa stasiun radio, krisis ekonomi membawa hikmah
tersendiri. Tanpa berpromosi, iklan yang dicari datang sendiri. Kemudian
tumbuhlah bisnis baru di industri radio siaran, yaitu pemasok berita. Pilihan
menjadi radio berita, memang belum dapat dipastikan mampu menopang sukses
bisnis. Akan tetapi iklim kerja sebuah radio berita, cenderung menumbuhkan
suasana kerja profesional. Suasana kerja inilah yang diharapkan kelak dapat mendorong
sebuah radio beroperasi secara lebih profesional. Tidak bisa lagi sebuah radio
hidup dengan sekadar asal siaran. Di samping itu, saat ini terbuka peluang
melakukan kerjasama dengan radio-radio luar negeri, seperti yang sudah
dilakukan oleh banyak stasiun radio. Tentu saja tawaran itu bisa dipakai untuk
menaikkan mutu isi siaran, terutama program berita. Selain itu, kerjasama ini
bisa sekaligus dimanfaatkan untuk melakukan pertukaran pengalaman, dan
pengetahuan bidang manajemen atau programming. Peluang lain yang tetap terbuka
adalah memanfaatkan kerjasama dalam sebuah networking. Pilihannya tidak
terbatas pada urusan pemasaran iklan atau pengelolaan operasional, namun bisa
juga keduanya. Berikutnya tinggal menunggu lahirnya UU penyiaran baru. Kehadiran
UU itu, diharapkan mampu menggerakkan bisnis radio ke arah yang lebih
profesional sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran. Namun tampaknya
memang tidak mudah untuk bisa merebut peluang-peluang itu dengan segera.
Masalahnya antara lain karena kondisi bisnis radio siaran saat ini tengah
berada dalam masa transisi. Lantaran masih adanya dua kepentingan yang saling
tarik ulur.
Pertama, keinginan kalangan radio menjadikan radio sebagai
pers merdeka. Kedua, masih ada keinginan pemerintah, terutama di daerah, untuk
menguasai pers. Sampai di sini, ukuran bagi pendirian sebuah stasiun radio,
memang bukan cuma masalah keterbatasan frekuensi. Sekali pun, soal frekuensi
merupakan pintu masuk bagi setiap calon investor radio Namun harus diakui,
sumber daya manusia yang ada sekarang dan dimanfaatkan oleh kebanyakan radio
siaran swasta, kurang mendukung stasiun radio mengubah formatnya menjadi radio
berita dengan mudah. Jurnalisme radio menuntut kemampuan wartawan yang sedikit
memiliki kelebihan khas dibanding jurnalis koran atau majalah. Sifat
pemberitaan radio yang seketika, langsung mengudarakan tentang suatu peristiwa,
dan sesaat pula diterima pendengar, menuntut tampilnya wartawan radio yang
harus siap dengan informasi akurat. Akurasi informasi itu, harus bisa diperolehnya
dalam rentang waktu yang relatif pendek. Jurnalisme radio memang tidak mengenal
dan harus menghindari ralat. “Reporternya harus mampu bekerja dalam rentang
menit dan detik,” kata Layla S. Mirza dari Radio Mara Bandung. Menyadari
perlunya tersedia SDM berkualitas di radio, termasuk untuk radio berita, sejak
lama PRSSNI melakukan berbagai pelatihan jurnalistik radio. Tujuannya, tentu
saja untuk menggeber kemampuan SDM radio dalam memproduksi berita. Lantaran
banyak radio di daerah tak siap mengkreasi siaran berita sendiri. Alhasil,
salah satu pilihannya adalah melakukan sindikasi dengan pemasok program berita
–semacam kantor berita radio– yang kini telah muncul di sini. Di Jakarta,
pemasok dimaksud antara lain adalah Kantor Berita 68H. Sejauh ini sekitar 111
stasiun radio telah mengakses berita yang dihimpun KBR 68H. “Radio pengakses
mempunyai kewajiban untuk meliput di daerah masing-masing, selanjutnya berita
itu diolah dan disalurkan. Dengan memanfaatkan jaringan satelit dan internet,
berita politik, ekonomi, sosial maupun hukum dapat dikirim ke masing-masing
radio. Sejauh ini berita yang diakses masing-masing radio masih diperhitungkan
gratis. Berita disiarkan oleh KBR 68H sebanyak 8 kali dalam sehari. Sebenarnya
pola kerjasama pemberitaan telah pula dilakukan beberapa radio dengan surat
kabar maupun televisi, karena keterikatan mereka di dalam sebuah grup usaha.
Pro 2 FM misalnya, bekerjasama dengan Anteve, El Shinta dengan Indosiar, dan
Radio Pelita Kasih dengan koran Suara Pembaruan. Jadi telah banyak contoh,
bagaimana memanfaatkan pola kerjasama seperti itu untuk bisa mengawali
pembentukan radio berita. Memanfaatkan Networking Alternatif lain untuk bisa
menjaga eksistensi bisnis sebuah stasiun radio, adalah dengan memanfatkan
networking. Melalui jaringan kerjasama ini, bisa ditangani mulai urusan program
acara, penjualan iklan sampai manajemen operasional. Pada era paradigma
barunya, radio siaran dihadapkan pada berbagai peluang dan tantangan untuk
melangkah lebih maju seiring dengan perkembangan dan kemajuan peradaban. Karena
begitu sebuah radio siaran berhenti mengikuti perkembangan maka ia akan
kehilangan moment untuk meraih peluang-peluang yang juga kian berkembang.
Ada
beberapa indikasi peluang yang bisa dimanfaatkan radio siaran antara lain : 1.
Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan global 2. Munculnya berbagai produk
baru pesaing produk sejenis 3. Tingkat pertumbuhan perhotelan, plaza dan dunia
pendidikan 4. Derasnya masuk produk luar terutama produk otomotive dan
elektronika 5. Gejala kejenuihan pada airtime program iklan tv 6. Meningkatnya
minat UKM untuk berpromosi 7. Kemajuan teknologi bidang komunikasi 8.
Pemanfaatan era Otonomi Daerah.
Tapi besarnya peluang, diikuti juga oleh
berbagai tantangan yang akan turut mewarnai dunia penyiaran, antara lain : 1.
Makin ketatnya persaingan berebut kue iklan antar media 2. Tingginya tingkat
pertumbuhan radio siaran baik oleh pemain baru atau dari kalangan sendiri yang
muncul sebagai kanibalisme 3. Kian tingginya operasional cost 4. Gejala kurang
sehat tentang recruitment SDM 5. Lambannya proses pemulihan daya beli
masyarakat.
Menghadapi peluang dan tantangan masa depan ini sekarang terlihat
apra broadcaster sedang berpacu dengan waktu untuk terus berbenah dan
meningkatkan profesionalisme diberbagai bidang dan tingkat struktur pada radio
masing-masing. Sumber : Menurut UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 : “Siaran
adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan
gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Penyiaran
adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum
frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar