26 Desember 2011

Refleksi Akhir Tahun 2011 : Korupsi Kok Makin Menjadi-jadi


Bukan hanya tanaman, korupsi juga tumbuh subur di Indonesia. Keberadaan lembaga ‘super body’ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun seperti tak mampu menyelesaikan persoalan akut ini. Kepolisian dan kejaksaan pun setali tiga uang. Meski ada kasus-kasus yang mencuat ke publik dan sempat ditangani secara hukum, itu hanyalah sebagian kecil dari mega korupsi yang telah terlanjur menggurita.

Dan pemberantasan korupsi tampak berjalan di tempat. Tidak ada efek yang signifhkan dari berbagai penanganan yang sudah dilakukan. Tak mengherankan jika nilai Indonesia dalam pemberantasan korupsi masih di bawah 5 dari rentang skor nol sampai 10 berdasarkan Corruption Perceptions Index (CPI) terhadap 183 negara yang diumumkan oleh Transparency International pada bulan Desember 2011. Indeks terakhir ini menunjukkan kenaikan 0,2 dibandingkan tahun lalu. Artinya tidak ada perubahan signifikan.

Menurut Transparency International Indonesia, skor Indonesia dalam CPI adalah 3,0, bersama 11 negara lainnya. Negara-negara tersebut adalah Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname, dan Tanzania. Dua belas negara itu menempati posisi ke-100 dari 183 negara yang diukur indeksnya. Di kawasan ASEAN, skor Indonesia di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Tapi Indonesia unggul atas Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar.

Sepanjang 10 tahun menjadi obyek survei Transparancy International, pemberantasan korupsi tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Total peningkatan skor hanya 0,8. Saat ini misalnya, masyarakat hanya disuguhi kabar pemberantasan korupsi kelas teri. Sementara kasus korupsi kelas kakap seperti BlBI atau skandal Bank Century, jauh dari harapan. Banyak yang menguap.

Tak salah pula jika ada yang mengatakan bahwa korupsi seperti virus yang telah menjamah seluruh bagian negeri ini. Hasil survei KPK yang dipublikasikan akhir November 2011 mengungkapkan Kementerian Agama menduduki peringkat terbawah dalam indeks integritas dari 22 instansi pusat yang diteliti. Peringkat terburuk selanjutnya adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Nilai ketiga kementerian tersebut jauh di bawah standar integritas pusat yang mencapai 7,07. Angka indeks integritas pusat (IIP) Kementerian Agama hanya 5,37, Kemenakertrans 5,44, serta Kementerian Koperasi dan UKM 5,52. Rendahnya angka indeks integritas itu menunjukkan bahwa masih banyak praktik suap dan gratifikasi dalam pelayanan publik di lembaga pemerintah.

Temuan Transparancy International tersebut mengukuhkan apa yang sebenarnya terjadi di tengah masyarakat. Partai politik dan legislatif sebagai lembaga yang pernah dicap sebagai lembaga terkorup ternyata tak melakukan pembenahan. Malah mereka memanfaatkan kedudukannya untuk mengeruk uang negara.

Kasus paling menghebohkan tahun 2011 adalah korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Tak tanggung-tanggung, kasus ini melibatkan pejabat teras Partai Demokrat-partai pengusung dan ‘milik’ Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin terlibat di dalamnya. Ia sempat melarikan diri ke luar negeri selama tiga bulan sebelum akhirnya ditangkap di Kolombia.

Nazaruddin dalam pelariannya mengungkap bahwa apa yang dilakukannya sebenarnya adalah perintah dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Selain itu, dana hasil korupsi ini dibagi-bagi kepada anggota DPR. Ia menyebut keterlibatan anggota DPR Angelina Sondakh, I Wayan Koster, dan Mirwan Amir.

Tiga anggota DPR ini hingga akhir 2011 ini belum ditetapkan sebagai terdakwa. Yang diseret ke meja hijau baru M Nazaruddin, Sesmenpora Wafid Muharam, Manajer Marketing PT Duta Graha Indah (DGI), Muhammad El Idris, dan Manajer Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang. Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, yang disebut juga oleh Nazaruddin masih aman. Dalam sidang perdana Muhammad El Idris, terungkap Nazaruddin mendapat jatah uang sebesar Rp 4,34 miliar.

Namun dalam pelariannya Nazaruddin mengatakan bahwa uang hasil korupsi itu masuk ke Partai Demokrat, langsung ke tangan Anas. Jumlahnya jauh dari yang terungkap di pengadilan. Miliaran rupiah itu mengalir ke Partai Demokrat. Termasuk ke kongres partai itu di Bandung, Jawa Barat tahun 2010.

Ternyata, korupsi Nazaruddin memang jauh lebih besar lagi. Ketua KPK Busyro Muqaddas mengungkapkan ada 35 kasus yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat yang sudah dipecat itu. Total nilai semua kasus itu adalah Rp 6,037 triliun. Namun, hingga akhir tahun 2011, tak ada lagi kabar tentang penanganan kasus perampokan uang rakyat itu.

Di tengah penanganan kasus Nazaruddin, tiba-tiba mencuat kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Tiga orang ditangkap KPK. Mereka adalah Dharnawati (pengusaha swasta), Danong Irbarelawan (Kabag Perencanaan dan Evaluasi di Kemenakertrans) dan I Nyoman Suwisma (Sesditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi/P2KT).

Dhanawati tertangkap tangan sedang menyerahkan uang suap senilai Rp 1,5 miliar yang terbungkus kardus durian sesaat sebelum Lebaran tiba. Di persidangan terungkap uang Rp 1,5 miliar itu merupakan bagian dari commitment fee senilai Rp 7,3 miliar yang harus disetor ke Menakertrans. Uang itu untuk memuluskan proyek percepatan pembangunan infrastruktur di daerah bidang transmigrasi di 19 kabupaten di seluruh Indonesia. Nilai dana pembangunan itu Rp 500 miliar.

Kasus ini pun menyeret Badan Anggaran DPR. Wakil rakyat itu diduga terlibat langsung dalam pengaturan proyek-proyek pemerintah. Bahkan anggota DPR Wa Ode Nurhayati menyebut bahwa badan tersebut mengutip 6-7 persen dari proyek-proyek di daerah.

Sayangnya, KPK tidak kunjung segera menyeret pihak-pihak yang dianggap ikut menikmati dana haram tersebut, baik itu wakil rakyat hingga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta orang-orang di sekeliling menteri.

Tidak hanya kalangan eksekutif dan legislatif, korupsi telah menjalar pula ke kalangan yudikatif. Selama tahun 2011 tercatat beberapa hakim dan jaksa yang ditangkap KPK. Hakim terakhir yang ditangkap adalah Hakim ad hock Pengadilan Hubungan Industri (PHI) Bandung, Imas Dianasari. Ia diancam hukuman 20 tahun penjara karena menerima suap total Rp352 juta dari Manager HRD PT Onamba Indonesia, Odih Juanda.

Sedangkan jaksa yang tertangkap di November 2011 adalah Sistoyo dari Kejaksaan Negeri Cibinong, Jawa Barat. Menurut KPK, ia menerima suap senilai Rp 99,9 juta.

Sementara itu, penegak hukum terlihat tak berani menangani kasus korupsi kelas kakap dan menyerempet orang-orang penting di kekuasaan. Kasus korupsi Rp 6,7 triliun Century tak ada perkembangan. Demikian juga kasus yang melibatkan istri petinggi PKS Adang Darajatun, Nunun Nurbaeti. Sosialita ini kabur ke luar negeri hingga kini.

Di sisi lain, banyak koruptor yang diadili di pengadilan tindak pidana korupsi daerah yang bebas. Sedangkan para koruptor yang terjerat hukum pun, sejauh ini mendapat hukuman yang tergolong ringan. Hampir semuanya dihukum penjara di bawah lima tahun. Itu pun mereka mendapatkan remisi (pengurangan) hukuman dan perlakuan khusus saat di penjara. Sempat pemerintah di bawah Menteri Kehakiman dan HAM Amir Syamsudin mengeluarkan moratorium terhadap remisi para koruptor, tapi begitu dikecam oleh partai politik, kebijakan itu direvisi kembali. Kebijakan ini jelas tidak akan menjerakan orang untuk berbuat korupsi dan malah bisa menyuburkan korupsi itu sendiri. Tak heran jika korupsi menggurita di mana-mana. Tak salah bila koran Singapura, The Strait Times, pernah menjuluki Indonesia sebagai The Anvelope Country.

Dampak Positif dan Dampak Negatif serta Manfaat Internet?





Manfaat Internet Dampak Negatif Positif Internet. Sekarng ini orang sudah tidak asing lagi dengan yang namanya internet. Apalagi sejak perkembangan teknologi seluler di Indonesia, dimana hampir semua HP sudah ada fasilitas untuk berselancar di dunia maya internet. Bagaimana kita dapat memperoleh manfaat dari internet dan apa saja dampak positif dan negatifnya dari teknologi internet?

Internet singkatan dari interconnected-networking adalah sistem global dari seluruh jaringan yang ada lewat komputer dan saling terhubung dengan menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP). Hal ini untuk melayani seluruh pengguna internet yang ada di seluruh dunia. Internet dengan menggunakan huruf 'I' besar, ialah sistem dari komputer umum, yang telah terhubung secara global dengan memakai TCP/IP sebagai protokol untuk pertukaran paket data(packet switching communication protocol). Seluruh rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Sedangkan cara menghubungkan rangkaian dengan sistem ini disebut internetworking.

Manfaat Internet
Yang namanya teknologi slalu memiliki dampak negatif dan positif. Termasuk juga mengenai internet. Karena hampir semua informasi bisa dengan mudah di akses dan di cari, internet juga akan memberi manfaat yang positif jika penggunanya memanfaatkannya atau menggunakannya secara positif pula. Kalau dulu pemakai internet hanya terbatas pada orang yang melakukan bisnis atau perusahaan perusahaan saja, harus memiliki komputer dengan harga yang tidak murah, kini internet bisa di gunakan oleh siapa saja sejak teknologi handphone berkembang dengan sangat pesat di Indonesia. Banyak sekali manfaat internet jika penggunanya memanfaatkannya untuk kepentingan yang positif pula, seperti untuk mecari informasi pendidikan atau info lainnya, sebagai sarana bisnis, untuk menjalin pertemanan yang positif, dan masih banyak lagi manfaat internet yang bisa di dapatkan.

Dampak Negatif Internet
Situs mesum : tidak sekedar hanya membuka situs mesum yang sangat bisa merusak moral generasi muda (bahkan tua). Pelaku yang tidak bertanggung jawab sangat bisa dan sangat mudah untuk sekaligus menjadi pelakunya, dengan mengunggah atau meng-upload foto atau video mesummelalui internet. Bahkan hal ini menjadi berita hangat yang biasa terdengar, "hei, ada video mesumbaru ni" atau hal-hal semacam itu. Juga ketika beberapa waktu lalu, artis Indonesia papan atas yang tersandung kasus video mesum ini sampai memberikan dampak luas di kalangan masyarakat.

Game online, permainan game memang bisa membuat hanyut para penggemarnya. Apalagi game online yang bisa berinteraksi dengan banyak orang dari seluruh belahan dunia. Sangat mengasikkan sekaligus membuat kecanduan, menjadi "lupa daratan tidak ingat lautan", lupa waktu, lupa kesehatan, boros biaya, (terutama bagi pelajar) dan lebih jauhnya lagi, game online bisa menjadi sarana perjudian.

Media sosial atau jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan Friendster juga seperti game online. Bisa membuat kecanduan dan lupa, bahkan jejaring sosial Facebook sudah banyak menelan korban kejahatan dengan berbagai cara yang dilakukan pelakunya untuk menjerat korbannya.

Penipuan lewat internet, ini juga yang paling banyak ditanyakan, marak terjadi dan banyak yang menjadi korban. Layanan online bisa menjadi sarana untuk pelaku tindak kejahatan apapun namanya, untuk menjerat sasaran penipuan.

Dan masih ada dampak negatif internet ini. Tetapi, ketika kita hanya berhenti di sini, berpikiran buruk dan negatif tentang internet, kita hanya akan tinggal diam dan tidak pernah beranjak dari tempat, tidak pernah "kemana-mana" dan tidak bisa mengambil manfaat internet dari segi positifnya. Berikut ini beberapa manfaat positif internet.

Dampak Positif Internet
Sangat banyak manfaat internet yang bisa kita peroleh. Seperti juga sebuah pisau tajam, untuk apa? Tergantung kita untuk menggunakannya, selalu ada pilihan dari dua sisi yang berlawanan. Dan ini juga berlaku hampir untuk semua hal di dunia. Semoga kita bisa mengambil yang terbaik dari kemajuan teknologi, sisi positif dari manfaat internet ini.

Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia.Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun gelombang elektromagnetik).Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakaninformasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet.

Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringan internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga semakin maju. Internet adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.

Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak positif maupun negatif dari penggunaan internet.

Dampak Positif :
1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia.
2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web“jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasidengan cepat dan murah.
3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat.
4. Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi.
5. Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain
6. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan.

Dampak Negatif :

Pornografi
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di-akses. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

Violence and Gore
Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat menjual situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu.

Penipuan
Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.

Carding
Karena sifatnya yang langsung, cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah carayang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka.

Perjudian
Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.

1. Mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face).
2. Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi.
3. Kejahatan seperti menipu dan mencuri dapat dilakukan di internet (kejahatan juga ikut berkembang).
4. Bisa membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena hanya untuk melayani kecanduan tersebut

Kultur Masyarakat Lunak, Suap Semakin Merajalela


Artikel ini membahas tentang bagaimana masyarakat yang masih menganggap suap sebagai hal yang wajar, lumrah, dan tidak menyalahi aturan. Suap terjadi hampir di semua aspek kehidupan dan dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Banyak yang belum memahami bahwa suap, baik yang memberi maupun yang menerima, termasuk tindak korupsi.

Penulis ingin menjelaskan bahwa fenomena suap bisa terjadi melalui jalur yang sederhana dan sepele hingga urusan kenegaraan yang rumit. Suap terjadi mulai dari pengurusan KTP hingga pembuatan undang-undang (UU) di lembaga legislatif. Dari sini, penulis ingin mengajukan preposisi bahwa suap merupakan bentuk penyimpangan yang sudah menjadi tradisi. Hal ini bisa diartikan bahwa masyarakat secara tidak sadar telah melakukan suap sebagai salah satu varian korupsi.

Penulis mengungkapkan sebuah keteraturan bahwa tradisi suap yang dilakukan masyarakat merupakan salah satu bentuk sistem penyimpangan yang terjadi lebih karena kultur masyarakat. Masyarakat memiliki kultur yang lunak. Kerangka kultural yang penuh pertimbangan ini membuat masyarakat selalu berusaha untuk menyiasati segala aturan yang ada. Masyarakat yang tidak rigid, juga membuat hukum yang yang dibuatnya pun tidak tegas. Aturan hukum terkadang tegas, tetapi di bagian lain justru sangat lunak. Ketidakpastian hukum ini membuat aturan itu sendiri sangat mudah untuk disiasati.

Kultur masyarakat Indonesia juga terkait erat dengan tingginya tingkat kekerabatan masyarakat atas dasar berbagai ikatan primordial. Hal ini juga membuat penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan tegas. Baik suap maupun penegakan hukum, masih didasari atas alasan emosional dan kultural, bukan atas dasar legal rasional. Kondisi ini juga diperparah dengan tidak adanya keteladanan yang baik dari para pemimpin dan pemerintah. Pemerintah yang membuat aturan, namun pemerintah yang menyiasati dan melanggarnya.

Penulis juga menawarkan solusi bahwa pemberantasan korupsi dan suap tidak cukup dilakuakan melalui prosedur struktural seperti adnya undang-undang yang tegas dan pemberantasan korupsi di lembaga peradilan. Langkah yang juga harus dilakuakan adalah pencegahan tindak pidana korupsi melalui jalur kultural.

Analisis
Permasalahan dalam artikel ini merupakan bentuk sistem penyimpangan yang terjadi karena adanya permasalahan dalam tiga elemen sistem. Baik aktor, struktur maupun fungsi tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, penyimpangan dari elemen-elemen sistem justru membentuk suatu keteraturan sehingga bisa dikatakan membentuk sistem baru. Suap yang lebih terjadi karena kultur masyarakat menjadi semacam suklus penyimpangan yang tiada henti apabila tidak dilakukan mekanisme pencegahan melalu jalur struktural dan kultural.

Masyarakat sendiri telah melakukan konstruksi sistem yang menganggap bahwa suap bukanlah bentuk penyimpangan atau yang termasuk dalam tindak pidana korupsi. Kesalahan yang terjadi sejak lama dan dibiarkan secara terus-menerus membuat suap menjadi tindakan yang seolah-olah dibenarkan. Penulis sendiri memposisikan dirinya sebagai aktor yang netral dan berusaha untuk mengungkapkan keteraturan yang ditemukannya yaitu tradisi suap dalam masyarakat.
Hubungan aktor dengan actor

Suap terjadi melalui proses kesepakan antara aktor yang memberi dan menerima suap. Masing-masing aktor mamiliki kepentingan yang memungkinkan adanya proses tawar-menawar. Setelah kesepakatan antar aktor diperoleh maka bisa dikatakan bahwa aktor-aktor tersebut telah masuk dalam sistem, menghilangkan identitas mereka dan siapapun aktor itu tetap bisa dikatakan sebagai pelaku suap. Contoh paling mudah adalah pembuatan KTP. Di satu pihak, aktor yang memberi suap yaitu masyarakat, menginginkan pelayanan yang mudah, cepat dan tidak berbelit-belit. Sedangkan pihak yang menerima suap, yaitu petugas birokrasi pemerintahan ingin mendapatkan keuntungan yang lebih berupa uang. Hal ini justru biasa dilakukan dan semacam telah menjadi mekanisme penyimpangan yang tidak disadari masing-masing aktor. Suap kemudian terjadi dari hasil kesepakatan antara aktor-aktor yang sama-sama ingin diuntungkan. Ketika ada aktor yang membutuhkan maka aktor yang lain siap menawarkan jasa.

Hubungan antara aktor dengan struktur
Dalam sistem ini, terlihat adanya dua struktur yang berlaku yaitu struktur birokrasi dan struktur hukum. Struktur birokrasi Indonesia justru menyediakan ruang bagi para aktor untuk melakukan suap. Proses yang berbelit-belit dengan biaya yang mahal menjadi salah satu faktornya. Seperti yang diungkapkan dalam artikel ini, aktor mulai menciptakan kreativitasnya untuk menyiasati struktur birokrasi yang menyulitkan tadi. Sementara struktur aturan dan sanksi yang sudah ada di Indonesia tidak mampu menjerat pelaku suap yang biasanya dilakukan dalam ranah yang informal. Misalnya, kreativitas pegawai rendahan yang memberi hadiah kepada atasan agar bisa naik jabatan. Hal ini merupakan salah satu bentuk tradisi yang sebenarnya bisa dikategorikan sebagai suap.

Masalah utama mekanisme penyimpangan sistemik dalam kasus suap ini terletak pada struktur atas yang menentukan struktur-struktur di bawahnya. Suap diatur dalam Pasal 417-418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dirujuk dari hukum pidana masa penjajahan. Namun, undang-undang ini tidak dapat menjamin aktor-aktor bisa bekerja dalam struktur yang telah ditentukan. Suap dan korupsi masih terjadi bahkan di lembaga peradilan dan lembaga politik sekalipun. Sehingga ketika aktor-aktor yang bekerja dalam lembaga di atas melakukan suap, hal ini akan menentukan aktor-aktor lain di bawahnya untuk melakukan hal yang sama. Oleh kerena itu, dalam artikel ini penulis menawarkan solusi untuk memberantas suap dari struktur atasnya, yaitu di lembaga peradilan dan lembaga politik.

Di sisi lain, penulis juga melihat adanya kemungkinan pemberantasan suap ini bisa dilakukan dari struktur bawahnya, yaitu perilaku aktor masyarakat tadi. Keterkaitan antara kultur dan perilaku masyarakat sangat mempengaruhi proses pemberantasan korupsi dan suap di level bawah sehingga perlu adanya perubahan struktur kulturmasyarakat. Meskipun dalam hal ini hasilnya baru dapat diperoleh dalam jangka waktu yang lama. Struktur kultural masyarakat ini bisa juga diartikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi bekerjanya sistem.

Hubungan antara struktur dan fungsi
Dalam kasus ini, pemerintah berusaha keras untuk memberantas korupsi dan suap melalui mekanisme struktural. Usaha ini diperkuat dengan mekanisme hukum dan dibentuknya lembaga seperti KPK. Namun, pemerintah seakan lupa dengan fungsi dari aktor-aktor yang selalu mencari celah agar bisa menguntungkan dirinya. Dalam suatu sistem, setiap aktor pasti menjalankan fungsinya masing-masing dimana fungsi tersebut bisa jadi berjalan searah dengan struktur maupun berlawanan dengan struktur.
Kasus penyimpangan seperti suap mengindikasikan adanya penyimpangan fungsi masing-masing aktor yang bisa mengganggu kestabilan struktur. Hukum menjadi tidak berarti apa-apa ketika setiap aktor dalam hal ini mampu menjalankan fungsi ganda yang berlawanan.

Struktur yang telah ditata rapi tidak dapat menjamin pelaksanaan fungsi masing-masing aktor. Masyarakat seharusnya menjadi elemen pendukung sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, tetapi dalam kasus ini masyarakat justru menjalankan fungsi sebagai pelaku suap itu sendiri. Demikian juga dengan para birokrat yang seharusnya bekerja sebagai pembantu masyarakat namun justru mengambil keuntungan dari fungsinya tersebut. Fungsionalisasi birokrasi di Indonesia juga tidak dapat bekerja secara optimal. Hal ini justru menjadi media bagi adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut.

Kasus suap yang telah menjadi kultur masyarakat merupakan penyimpangan yang tersistem. Ketidakberesan dalam setiap elemennya justru menimbulkan subsistem baru yang bekerja secara teratur dengan dukungan lingkunga kultural masyarakat yang bekerja di luar sistem. Setiap elemen dalam suatu sistem memperlihatkan adanya keterkaitan sehingga ketika terdapat salah satu elemen yang tidak berfungsi maka akan mengakibatkan terganggunya sistem dan bekerjanya elemen-elemen yang lain. Namun dalam kasus ini, terlihat bahwa semua elemen mangalami masalah namun mekanisme dan proses tetap bisa berjalan. Penyimpangan dalam hal ini menjadi tersistem dan sulit untuk dipecahkan siklusnya. Penyimpangan dalam kasus suap menjadi sistem baru yang tidak sehat dimana masing-masing aktor menjalankan fungsi yang tidak semestinya sehingga fungsi-fungsi tersebut mempengaruhi struktur dan perilaku aktor, demikian juga sebaliknya. Batas antar aktor, struktur dan fungsi yang dijalankan semakin kabur dan tidak jelas sehingga kasus suap menjadi subsistem tersendiri yang bekerja di luar suprasistem yang ada.

Sumber : Kompas, Rabu, 5 Desember 2007 halaman 5. 

Mengapa Saya Menjadi Seorang Anti Positivist?



Pendekatan Anti positivisme. Menurut saya, asumsi utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya sebuah kebenaran absolut. Kebenaran adalah relatif tergantung dari interpretasi masing-masing individu. Pendekatan ini tidak mempercayai adanya obyektivitas yang benar-benar bisa obyektif terlepas dari nilai-nilai dan subyektivitas seseorang. Realitas sosial yang ada merupakan hasil dari rekayasa manusia. Segala sesuatunya bisa dikonstruksi dan dimanipulasi oleh manusia. Satu hal yang bisa kita pegang adalah bahwa realitas itu bukan sekedar mirip sebuah “potret”, melainkan juga “film”, dinamis, bergerak, mengalir atau singkatnya selalu dalam “proses menjadi”.
Positivisme selalu mengandaikan bahwa prosedur-prosedur metodologi ilmu alam langsung bisa diterapkan dalam ilmu sosial. Realitas dan hasil penelitianmerupakan hal dengan distansi penuh antara obyek dan subyeknya, netral, hukum-hukum alam, hal yang bebas kepentingan, universal dan sebagainya. Pendekatan ini seakan menegasikan peran interpretasi dari ilmuwan atau subyek penelitian. Hasil penelitian selalu diandaikan tidak mengandung interpretasi subyektif dari penelitinya. Obyek dalam penelitian sosial juga bukan hal yang pasti seperti zat-zat kimia, mesin ataupun sel. Pengandaian positivisme ini merupakan pengandaian yang sangat normatif sehingga sangat sulit dipenuhi di tataran praksis. Positivisme seakan telah membangun sebuah dinding tebal antara pengetahuan dan kehidupan praksis manusia.
Dalam realitas, tidak ada satupun tatanan baik itu tatanan sosial, politik maupun budaya yang bisa terbebas dari nilai. Karena itu hal yang paling penting dalam pendekatan ini adalah adanya penghargaan terhadap nilai. Nilai, dalam hal ini yang berkaitan dengan kemanusiaan, ketuhanan, ataupun nilai-nilai sosial lainnya merupakan salah satu bentuk kontrol terhadap ilmu pengetahuan sehingga dengan merujuk pada nilai tersebut, ilmu pengetahuan bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Hasil penelitian yang didasarkan pada persepektif ini bisa memberi gambaran secara lebih detail terhadap obyek penelitian. Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya jarak antara subyek dan obyek penelitian. Subyek bisa mengenal obyeknya secara lebih dekat sehingga tidak hanya mengetahui apa yang tampak dipermukaan saja melainkan bisa memahami obyek sampai pada apa yang terdapat dibalik realitas. Antara subyek dan obyek yang tidak terpisah dihubungkan melalui komunikasi interpersonal, sehingga realitas bisa dimaknai tidak hanya sebagai obyek tetapi juga bagian dari subyek itu sendiri. Dalam pendetakan ini, subyektivitas lebih dimaknai sebagai sharing pemaknaan antar individu.
Pendekatan ini tidak berpretensi untuk melakukan generalisasi terhadap obyek penelitian. Masing-masing realitas dipandang secara spesifik dengan memandang konteks, historisitas atau keadaan-keadaan khusus lain yang mempengaruhi obyek. Misalnya saja teori modernisasi dari negara-negara Eropa barat. Teori ini tidak bisa secara langsung diterapkan di negara-negara berkembang tanpa memperhatikan kondisi sosio kultural negara yang bersangkutan. Masyarakat di negara-negara berkembang belum tentu siap dengan modernisasi dengan kondisi dan cara berpikir yang masih tradisional. Ketika generalisasi teori modernisasi dipaksa untuk diterapkan maka akan banyak timbul dislokasi sosial dan permasalahan-permasalahan yang justru bisa menimbulkan instabilitas.
Ilmu politik sebagai salah satu cabang ilmu sosial nampaknya tidak akan dapat menjadi sesuatu yang benar-benar obyektif karena berhubungan dengan manusia. Sebagai sebuah pendekatan, anti positivisme tetap memberi posisi penting terhadap fakta-fakta sosial sebagai elemen penting dalam sebuah tulisan ilmiah. Namun penerjemahan fakta-fakta tersebut merupakan salah satu permasalahan subyektifitas yang tidak bisa dihindari. Pendekatan anti positivisme tidak semata-mata menegasikan obyektivitas sebagai syarat utama sebuah pengetahuan ilmiah. Justru obyektivitas dalam pendekatan ini tidak hanya didapat dari satu sisi dalam sebuah realitas sosial tetapi juga berusaha untuk melihat sisi yang lain.
Contoh yang mudah dipahami adalah bagaimana anti postivisme memaknai kesejahteraan. Dalam tradisi positivis, kesejahteraan semata-mata hanya diukur dengan indikator ekonomi seperti melihat berapa penghasilannya, berapa orang tersebut bisa menabung tiap bulan, berapa tingkat konsumsinya dan sebagainya. Perspektif anti positivisme berusaha menggali lebih dalam realitas tersebut. Kesejahteraan tidak hanya dilihat dari indikator ekonomi tapi juga dari subyektifitas obyek. Bisa saja orang yang secara ekonomi tidak bisa dikatakan sejahtera namun secara personal ia justru bisa dikatakan sejahtara. Seperti adanya rasa aman dan nyaman dalam keluarga. Meskipun secara ekonomi mereka dikatakan miskin, namun mereka bisa menyebut diri mereka kaya ketika dihubungkan dengan tingkat kebahagian batin atau keharmonisan dalam keluarga.
Pendekatan anti positivisme telah banyak memberi kritik terhadap perspektif positivisme. Pendekatan ini banyak menutupi kelemahan positivisme meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa pendekatan ini juga mempunyai banyak kelemahan seperti klaim bahwa anti positivisme bisa melahirkan karya yang tidak ilmiah. Meskipun demikian, metodologi dalam berilmu adalah sebuah pilar penting yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Sedangkan metodologi apa yang akan digunakan adalah sebuah pilihan. Anti positivisme merupakan pendekatan yang menurut saya lebih bisa menjelaskan realitas dalam rangka mencapai kebenaran. Ilmu politik sebagai salah satu cabang ilmu sosial merupakan realitas yang dinamis dan selau bergerak. Sehingga pendekatan anti positivisme lebih cocok menjadi semacam kendaraan untuk memahami realitas sosial dalam mencapai kebenaran. Dari beberapa hal yang saya paparkan di atas, maka saya bisa mengatakan bahwa saya adalah seorang anti positivist.

Referensi:
Dr. Purwo Santoso, MA. Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskusi Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problema Modernitas. Yogyakarta: Kanisius. 2003

Enclosure ; Mahkota tanpa Tahta


Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok’ (Abdullah Ibn Umar )

Hidup itu berawal dari B & berakhir di D...


Hidup itu berawal dari B & berakhir di D...
B = Birth (Lahir)..
D = Death (wafat) Diantara B & D ada huruf C..
C = Choice (Pilihan)..


Hidup selalu menawarkan pilihan....
Tersenyum.. marah.. 
Memaafkan membalas.. 
Mencintai membenci.. 
Bersyukur mengeluh.. 
Berharap atau putus asa.. 
Tidak ada pilihan yg tanpa konsekuensi.. 
Pilih taat ~ selamat, 
Pilih maksiat ~ celaka.. 

karena waktu hanya lingkaran yang terus mengitari dirinya sendiri. hingga kau, aku, hanya menjadi bagian dari pengulangan tak henti-henti...

23 Desember 2011

KKM, Pengertian, Fungsi dan Tahapan Penetapan


Pengertian KKM
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

Fungsi KKM 
  1. Sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran atau Standar Kompetensi (SK) 
  2. Sebagai acuan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti pembelajaran 
  3. Sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan SK/KD – nya 
  4. Sebagai salah satu instrumen dalam melakukan evaluasi pembelajaran 
  5. Sebagai “kontrak” pedagogik antara pendidik, peserta didik dan masyarakat (khususnya orang tua dan wali murid) 
Tahapan Penetapan KKM

Seperti pada uraian diatas bahwa penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Adapaun langkah dan tahapan penetapan KKM antara lain:
  1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik. Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran. 
  2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian 
  3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan 
  4. KKM dicantumkan dalam laporan hasi belajar atau rapor pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik 
Jadi yang menjadi pertimbangan dalam menentukan KKM adalah kompleksitas, daya dukung, dan intake. Kompleksitas mengacu pada tingkat kesulitan Kompetensi Dasar yang bersangkutan. Daya dukung meliputi kelengkapan mengajar seperti buku, ruang belajar, laboratorium (jika diperlukan) dan lain-lain. Sedangkan Intake merupakan kemampuan penalaran dan daya pikir peserta didik.

22 Desember 2011

PEDOMAN PENETAPAN INPASSING JABATAN FUNGSIONAL GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Sejalan dengan itu, untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pemberdayaan dan peningkatan mutu guru perlu dilakukan, karena penyandang profesi ini mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan.

Saat ini telah muncul komitmen kuat dari Pemerintah, terutama Depdiknas, untuk merevitalisasi kinerja guru antara lain dengan memperketat persyaratan bagi siapa saja yang ingin meniti karir profesi di bidang keguruan. Di dalam Undang
Undang Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 diamanatkan bahwa, guru wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Kualifikasi akademik dimaksud diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah.

Tuntutan akan profesionalisme guru harus disertai dengan pemenuhan kebutuhan hak guru atas kesejahteraan atau penghasilan yang layak. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 14 ayat (1) huruf a mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 15 ayat (1) dari undang-undang ini mengamanatkan bahwa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Salah satu hak guru sebagaimana dimaksudkan di atas adalah hak atas tunjangan profesi. Berkaitan dengan ini, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 16 mengamanatkan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Tunjangan profesi dimaksud diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

Mengingat kebijakan sertifikasi pendidik tersebut berlaku bagi semua guru, maka untuk dapat memberikan tunjangan profesi kepada guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi kualifikasi akademik dan memiliki sertifikat pendidik, perlu dilakukan inpassing penetapan jabatan fungsional dan angka kreditnya bagi guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau guru bukan pegawai negeri sipil. Atas dasar itu, ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen DIknas) Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya yang dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.

Dalam rangka implementasi Permen Diknas tersebut, perlu dibuat pedoman mengenai Tata Cara Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya. Dengan pedoman ini diharapkan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

B. Dasar Hukum
  1. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
  2. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
  4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94
  5. Tahun 2006;
  6. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
  7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
  8. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
  9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.


C. Tujuan dan Manfaat
  1. Sebagai acuan bagi guru bukan Pegawai Negeri Sipil untuk melengkapi persyaratan dalam rangka mengajukan usul Inpassing Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya.
  2. Sebagai acuan bagi penyelenggara satuan pendidikan dan/atau yayasan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk mengusulkan penetapan Inpassing para gurunya.
  3. Sebagai acuan bagi pejabat yang berwenang untuk melakukan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.


D. Pengertian
Yang dimaksud dalam Pedoman ini:
  1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
  2. Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil adalah guru tetap yang mengajar di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama.
  3. Satuan administrasi pangkal (Satmingkal) adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Masyarakat tempat Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang melaksanakan tugas sebagai guru tetap pada satuan dimaksud.
  4. NUPTK adalah Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
  5. Inpassing Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil adalah proses penyesuaian kepangkatan Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dengan kepangkatan Guru Pegawai Negeri Sipil.


BAB II
MEKANISME PELAKSANAAN INPASSING BAGI GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Persyaratan

Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekailgus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil. Atas dasar itu, Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil yang dapat ditetapkan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya adalah:

  1. Guru tetap yang mengajar pada satuan pendidikan, TK/TKLB/RA/BA atau yang sederajat; SD/SDLB/MI atau yang sederajat; SMP/SMPLB/MTs atau yang sederajat; dan SMA/SMK/SMALB/MA/MAK atau yang sederajat, yang telah memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Dinas Pendidikan Provinsi setempat.
  2. Guru dimaksud adalah guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah dan yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan. Kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV
  3. Masa kerja sebagai guru sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun berturut-turut pada satmingkal yang sama.
  4. Usia setinggi-tingginya 59 tahun pada saat diusulkan.
  5. Telah memiliki NUPTK yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
  6. Melampirkan syarat-syarat administratif :
  • Salinan/fotokopi sah surat keputusan tentang pengangkatan atau penugasan sebagai guru tetap yang ditandatangani oleh yayasan/penyelenggara satuan pendidikan yang mempunyai izin operasional tempat satuan administrasi pangkal (satmingkal) guru yang bersangkutan.
  • Salinan atau fotokopi ijazah terakhir yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku (Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang menerbitkan ijasah dimaksud).
  • Surat keterangan asli dari kepala sekolah/madrasah bahwa yang bersangkutan melakukan kegiatan proses pembelajaran/pembimbingan pada satmingkal guru yang bersangkutan


B. Prosedur Pengusulan
Prosedur pengusulan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya adalah sebagai berikut:
  1. Kepala sekolah/madrasah jenjang TK/RA/BA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA/MAK atau yang sederajat, meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan, dan mengusulkannya ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan menggunakan Format 1 (Lampiran 1).
  2. Kepala sekolah/madrasah jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB atau yang sederajat meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan, dan mengusulkannya ke Dinas Pendidikan Provinsi, dengan menggunakan Format 1 (Lampiran 1).
  3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah seperti tersebut pada butir 1 (satu) dan mengusulkannya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.b. Direktur Profesi Pendidik dengan menggunakan Format 2 (Lampiran 2).
  4. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah seperti tersebut pada butir 2 (dua) dan mengusulkannya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.b. Direktur Profesi Pendidik dengan menggunakan Format 2 (Lampiran 2).
  5. Direktorat Profesi Pendidik meneliti dan menilai kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau Dinas Pendidikan Provinsi. Selanjutnya Direktorat Profesi berdasarkan hasil penilaian mengusulkan ke Menteri Pendidikan Nasional melalui Kepala Biro Kepegawaian untuk ditetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya, dengan menggunakan Format 3 (Lampiran 3).
  6. Kepala Biro Kepegawaian meneliti hasil penilaian kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik usulan penetapan inpassing dari Direktur Profesi Pendidik untuk ditetapkan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya, dengan menggunakan Format 4 (Lampiran 4).


C. Dasar dan Tatacara Penetapan

1. Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya ditetapkan berdasarkan dua hal, yaitu:
  • Kualifikasi akademik
  • Masa kerja, dihitung mulai dari pengangkatan atau penugasan sebagai Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil pada satuan pendidikan.
2. Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya dilakukan dengan menggunakan tata cara sebagai berikut:
  • Meneliti kelengkapan persyaratan penetapan Inpasing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.
  • Menghitung masa kerja guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, terhitung sejak diangkat sebagai guru tetap pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan.
  • Masa kerja guru bukan Pegawai Negeri Sipil diperhitungkan dengan satuan tahun penuh. Misalnya, guru bukan Pegawai Negeri Sipil dengan masa kerja 10 tahun 11 bulan, dihitung 10 tahun.
  • Kelebihan masa kerja 11 bulan diperhitungkan untuk kesetaraan kenaikan gaji berkala berikutnya.
  • Berdasarkan kualifikasi akademik dan masa kerja guru yang bersangkutan, ditetapkan jenjang jabatan fungsional guru tersebut dengan menggunakan tabel konversi pada Lampiran 5.
  • Contoh penetapan jenjang jabatan fungsional guru bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya disajikan pada Lampiran 4
  • Dengan memperhatikan kualifikasi akademik dan masa kerja guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, ditetapkan Jenjang Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya menggunakan Format 4 (Lampiran 4).


D. Jenjang Jabatan Fungsional

1. Guru merupakan tenaga profesional yang menurut Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimal S-1 atau D-IV. Pegawai Negeri Sipil dengan kualifikasi akademik S-1 dengan masa kerja 0 tahun, menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 memiliki jabatan funsional Guru Madya dengan golongan/ruang III/a. Di samping itu Guru Pegawai Negeri Sipil dengan golongan/ruang IV/a yang akan mengusulkan naik pangkat ke IV/b dipersyaratkan memenuhi 12 point angka kredit pengembangan profesi. Pada umumnya Guru Pegawai Negeri Sipil tertahan di golongan/ruang IV/a karena kesulitan memenuhi 12 point angka kredit pengembangan profesi. Dalam rangka kesetaraan jabatan fungsional dan golongan/ruang Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dengan Guru Pegawai Negeri Sipil, maka jenjang jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil hasil inpassing minimal Guru Madya dan maksimal Guru Pembina. Jadi jenjang jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil hasil inpassing adalah:
  • Guru Madya,
  • Guru Madya Tk.I,
  • Guru Dewasa,
  • Guru Dewasa Tk.I, atau
  • Guru Pembina.

2. Angka kredit kumulatif terendah hasil inpassing yang diperoleh guru bukan Pegawai Negeri Sipil adalah 100


3. Bagi guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang bidang tugasnya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya (mismatch), maka angka kredit hasil inpassing berdasarkan kualifikasi akademik dan masa kerja dikurangi 25 point angka kredit.

4. Bagi guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari non LPTK dan tidak memiliki Akta mengajar, maka angka kredit hasil inpassing berdasarkan kualifikasi akademik dan masa kerja dikurangi 25 point angka kredit.

Contoh:

Budi adalah Sarjana Pendidikan PKn, telah berpengalaman mengajar mata pelajaran PKn di SMP Cipete, Jakarta Selatan selama 15 tahun. Berdasarkan tabel konversi Budi mendapat angka kredit kumulatif 300. Jabatan fungsional Budi adalah Guru Dewasa Tingkat I dengan pangkat/golongan Penata Tingkat.I Golongan III/d.

Haryono adalah lulusan Sarjana Pendidikan Matematika, telah mengajar mata pelajaran Fisika di SMA Cipete, Jakarta Selatan selama 20 tahun. Berdasarkan tabel konversi Haryono mendapat angka kredit kumulatif 400. Karena mismatch (tidak sesuai dengan yang diampu), maka angka kredit kumulatifnya berkurang, sehingga Haryono memperoleh angka kredit umulatifnya adalah 400 – 25 = 375. Jabatan fungsional Haryono adalah Guru Dewasa Tingkat I dengan pangkat/gologan Penata Tingkat I golongan III/d.

Neneng adalah lulusan Sarjana non Kependidikan bidang Sejarah dan tidak memiliki Akta Mengajar (Akta IV), telah mengajar mata pelajaran Sejarah di SMA Cipete, Jakarta Selatan selama 7 tahun. Berdasarkan tabel konversi Neneng mendapat angka kredit kumulatif 150. Karena tidak memiliki Akta Mengajar IV, maka angka kredit kumulatifnya berkurang 25, sehingga Neneng memperoleh angka kredit kumulatifnya adalah 150 – 25 = 125. Jabatan fungsional Neneng adalah Guru Madya Tk I dengan pangkat/golongan Penata Muda Tingkat I golongan III/b

Bachri adalah lulusan Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi Kooperasi, tidak memiliki Akta Mengajar (Akta IV), dan telah mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Cipete, Jakarta Selatan selama 8 tahun. Berdasarkan tabel konversi, Bahri mendapat angka kredit kumulatif 150. Karena tidak memiliki Akta Mengajar IV, maka angka kredit kumulatifnya berkurang 25. Juga karena mismatch, maka angka kredit kumulatifnya dikurangi 25. Sehingga Bachri memperoleh angka kredit kumulatifnya adalah 150 – 25 – 25 = 100. Jabatan fungsional Bachri adalah Guru Madya dengan pangkat/golongan Penata Muda golongan III/a.

Dani adalah lulusan Fakultas Sastra jurusan Bahasa Jepang, tidak memiliki Akta Mengajar (Akta IV), dan telah mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Cipete, Jakarta Selatan selama 5 tahun. Berdasarkan tabel konversi, Dani mendapat angka kredit kumulatif 100. Karena tidak memiliki Akta Mengajar (Akta IV), maka angka kredit kumulatifnya berkurang 25. Juga karena mismatch, maka angka kredit kumulatifnya dikurangi 25. Tetapi karena jabatan fungsional guru bukan Pegawai Negeri Sipil hasil inpassing terendah adalah Guru Madya dengan perolehan angka kredit minimal 100, maka angka kredit yang dimiliki Dani tetap 100. Jadi jabatan fungsional Dani adalah Guru Madya dengan pangkat/golongan Penata Muda golongan III/a.

E. Pejabat yang Berwenang Menetapkan
Pejabat yang berwenang menetapkan, Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya disesuaikan dengan jenjang kepangkatan guru yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut:
Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya pada jenjang Guru Pembina.
Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya pada jenjang Guru Dewasa Tk.I.
Kepala Biro Kepegawaian atas nama Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya pada jenjang Guru Dewasa.
Kepala Bagian/Kepala Sub Bagian pada Biro Kepegawaian Departemen Pendidikan Nasional atas nama Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil pada jenjang Guru Pratama sampai dengan Guru Madya Tk.I.
Keputusan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya dibuat dengan menggunakan contoh pada Format 4 (Lampiran 4).

F. Lain-lain
  1. Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya mulai berlaku terhitung tanggal 1 Oktober 2007 sampai dengan 1 Oktober 2010.
  2. Guru bukan pegawai negeri sipil yang telah ditetapkan jabatan fungsional dan Angka Kreditnya, bilamana yang bersangkutan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, maka jabatan fungsional dan angka kreditnya yang telah dimiliki tidak dapat digunakan dalam pengangkatan pertama sebagai guru pegawai negeri sipil.

BAB III
P E N U T U P

Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan pendidikan. Namun demikian, dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diharapkan sistem administrasi kepegawaian guru bukan pegawai negeri sipil, terutama yang bertugas pada satuan pendidikan milik masyarakat dapat menjadi lebih tertib dan teratur.

Pada sisi lain, pengangkatan dan penempatan semua guru bukan pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan, harus disertai dengan pengaturan atas hak dan kewajiban mereka melalui perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama merupakan perjanjian tertulis antara guru dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan Pedoman perundang-undangan. Dengan begitu, maka tuntutan akan guru profesional berjalan seimbang dengan upaya memberikan penghargaan, kesejahteraan, dan perlindungan kepada mereka. Hal ini memiliki implikasi pembiayaan dan system kepegawaian bagi guru bukan pegawai negeri sipil, maka pelaksanaan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya agar memperhatikan Peraturan Menteri ini dengan seksama.



Lampiran 1
Format 1

Kop Surat

Nomor                    : …………………………                                                ……. , …………………... ....
Lampiran               : …………………………
Hal                          : Usul Penetapan Inpassing


Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Propinsi .......

Bersa
ma ini kami sampaikan usul Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya sebanyak .... (………….) orang, berikut persyaratan yang terdiri atas :


Salinan/fotokopi sah Surat Keputusan/Keterangan tentang
pengangkatan atau penugasan pertama sebagai guru;
Salinan atau fotocopi Ijazah/STTB/Diploma/Akta Mengajar yang dilegalisasi;
Surat keterangan asli dari Kepala Sekolah/Madrasah;
NUPTK


Atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami menyampaikan terimakasih.
Mengetahui,


Ketua Yayasan/Penyelenggara ……                   Kepala Sekolah/Madrasah ……




(…………………..)                                                 (…………………..)
Nama /Stempel                                                Nama /Stempel


Tembusan disampaikan kepada yth :
1. Yayasan/Penyelenggara ……………
2. Pengurus BMPS…………………………


Lampiran Surat No               : .............................
Prihal                                      : Usul Penetapan Inpassing
Nama Sekolah                       : .............................
Alamat Sekolah                     : .............................

NO
NAMA
MASA KERJA
PENDIDIKAN

NUPTK
BIDANG
STUDI
YANG
DIAMPU
KUALIFIKASI
AKADEMIK
JURUSAN





































Kepala Sekolah .............




( ............................................)


Lampiran 2
Format 2
Kop Surat

Nomor                    : …………………………                                                ……. , …………………... ....
Lampiran               : …………………………
Hal                          : Usul Penetapan Inpassing


Kepada Yth.
Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan
u.p. Direktur Profesi Pendidik
Di Jakarta


Dengan hormat, Bersama ini kami sampaikan usulan Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil sebanyak .... (………….) orang, yang telah diteliti kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisiknya sesuai dengan pedoman penetapan Inpassing Jabatan Fungsinal Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.

Adapun kelengkapan administrasi dan persyaratan bukti fisik dimaksud adalah:
1. Salinan/fotokopi sah Surat Keputusan/Keterangan tentang pengangkatan atau penugasan pertama sebagai guru;
2. Salinan atau fotocopi Ijazah/STTB/Diploma/Akta Mengajar yang dilegalisasi;
3. Surat keterangan asli dari Kepala Sekolah/Madrasah;
4. NUPTK.

Demikian kami sampaikan usulan ini dan mohon dapat diproses lebih lanjut penetapan Inpassing Jabatan Fungsinal Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.


Atas perhatian dan perkenan Bapak, kami ucapkan terimakasih.

Kepala Dinas Pendidikan
Propinsi/ Kabupaten/Kota .....




( ………………….. )
NIP……………



Tembusan disampaikan kepada yth :
1. Gubenur/Bupati Kepala Daerah ……………
2. Badan Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota …………………
3. Kepala Sekolah Bersangkutan


Lampiran Surat No               : .............................
Prihal                                      : Usul Penetapan Inpassing
Kab/Kota/Profinsi                : .............................
Alamat                                    : .............................

NO
NAMA
MASA KERJA
PENDIDIKAN

NUPTK
BIDANG
STUDI
YANG
DIAMPU
KUALIFIKASI
AKADEMIK
JURUSAN





































Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota/Profinsi ......




(.........................................)
NIP………………………


Lampiran 3
Format 3


Kepada Yth.
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
u.p. Kepala Biro Kepegawaian
Di Jakarta


Dengan hormat, kami sampaikan rekapitulasi hasil penilaian usulan Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya sebanyak .... (……. ) orang (sebagaimana daftar terlampir) untuk ditetapkan dan mendapatkan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional.

Perlu kami laporkan bahwa rekapitulasi tersebut merupakan rangkuman hasil penilaian setiap guru yang akan ditetapkan jabatan fungsional dan angka kreditnya sesuai dengan pedoman Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka Kreditnya.

Atas perhatian dan perkenan Bapak, kami sampaikan terimakasih. a.n. Direktur Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Direktur Profesi Pendidik,



( .............................................. )
NIP……………………………


Tembusan :
Yth. Direktur Jenderal PMPTK (sebagai laporan)


Lampiran Surat Direktur Profesi Pendidik
Nomor    : ............................
Tanggal   : ..............................


HASIL PENILAIAN PENETAPAN INPASSING JABATAN FUNGSIONAL
GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN ANGKA KREDITNYA


Nama                                                  :
Tempat/Tanggal Lahir                                    :
NUPTK                                                                  :
Pendidikan Terakhir                                        :
Jurusan/Program Study                                                :
Tugas Mengajar                                                : Guru
Jumlah Jam Mengajar                                    : ........ Jam per Minggu
1.            Ditetapkan Jadi guru                       : Pada Tanggal
Satuan Pendidikan                          :
Yayasan/Penyelenggara               :
Alamat Sekolah                                                 :
Lama Mengajar                                                 : ... Tahun, .... Bulan

Berdasarkan Masa Kerja Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas memperoleh Angka Kredit sebesar ……. Kum

Jakarta, ...................... 20….




Penilai,
(………………………………………)



Lampiran Surat No               : .............................
Prihal                                      : Usul Penetapan Inpassing

NO
PROPINSI/
KAB/KOTA
NAMA
MASA
KERJA
NUPTK
PENDIDIKAN
HASIL
PENILAIAN
KUALIFIKASI
AKADEMIK
JURUSAN


































Direktur Profesi Pendidik





(..............................................)
NIP................................




Lampiran 4
Format 4

Contoh Surat Keputusan Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan
Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya

KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

Nomor : ..................................

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
Bahwa sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya
bahwa kepada yang namanya tersebut dalam Keputusan ini telah dilakukan penilaian dan memenuhi syarat untuk ditetapkan dalam Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diterbitkan surat keputusannya;

Mengingat :
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890).
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4586)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4496)
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547);
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Petunjuk Teknis Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya.


Memperhatikan            : Usul Kepala Dinas Pendidikan
  Provinsi/Kabupaten/Kota




MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERTAMA                             : Terhitung mulai tanggal .... bulan ............. tahun ........... Nama:
   ……........... NUPTK …..… Tempat/Tanggal Lahir …........ ditetapkan   
   dalam Jabatan Guru ............. dengan Angka Kredit ... 
   (............................) mengajar mata pelajaran/guru kelas/guru
   bimbingan dan konseling*) ................... pada satuan pendidikan
   .............. Kecamatan ………………. Kabupaten/Kota ……….... Provinsi
   …………….

KEDUA                                  : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

KETIGA                                 : Apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini maka akan
  diperbaiki sebagaimana mestinya.

Keputusan ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : di Jakarta
pada tanggal : ……………..


a.n. MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
………… (pejabat yang diberi kuasa)



…………………………………….
NIP……………………………......


Tembusan disampaikan kepada yth :
1. Menteri Pendidikan Nasional
2. Kepala BKN di Jakarta
3. Kepala KPPN di ………..
4. Kepala Dinas Pendidikan ……………
5. Kepala Biro Kepegawaian
6. Pengurus BMPS……………………….
7. Kepala Sekolah/Madrasah …………...
*) Coret yang tidak sesuai