11 Desember 2011

Skandal Century : Kronologi Modus Kejahatan Perbankan


Spektakuler! Dalam tempo delapan bulan (November2008 s.d Juli 2009) uang sebesar Rp. 6,7 triliun berhasil digelontorkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menalangi (bail out) Bank Century tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPR. Belum juga tuntas penyelesaian skandal BLBI, publik kembali disuguhkan kejadian yang mengoyak rasa keadilan masyarakat, yaitu modus perampasan uang rakyat melalui kejahatan perbankan. Komisi XI DPR RI yang membidangi masalah keuangan dan perbankan mempersoalkan suntikan dana kepada Bank Century yang mencapai Rp 6,7 triliun, padahal yang diketahui oleh DPR hanya Rp 1,3 triliun. Bukan berlebihan dan patut diduga bahwa sponsor kejahatan ini adalah kekuatan yang dulu terlibat dalam pengucuran BLBI 1997/1998, karena argumentasi yang digunakan mempunyai kemiripan yaitu perbankan akan mengalami krisis bila LPS/BI/Pemerintah tidak menggelontorkan dana untuk menyelamatkan (dulu disebut Bantuan Likuiditas BI). Ditengah berbagai polemik yang menyita perhatian publik, khususnya isu kriminalisasi pimpinan KPK dan konflik institusi penegak hukum (Polri dan Kejaksaan) versus KPK, konstruksi opini mengenai bail out Bank Century terdapat aliran dana Pilpres dibaliknya. Tentunya untuk menguak hal ini, menjadi domain penegakan hukum dan konstitusi.

Bank Century merupakan Bank hasil merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC pada bulan Desember tahun 2004. Dalam kurun waktu 2005 s.d 2008 Bank Century mengalami berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan kepemilikan surat-surat berharga (SSB) yang berkualitas rendah, dugaan pelanggaran Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK), dan dugaan pelanggaran Posisi Devisa Neto. Sejak tanggal 29 Desember 2005, Bank Century dinyatakan berada dalam pengawasan intensif oleh BI karena permasalahan terkait SSB dan perkreditan yang berpotensi menimbulkan kesulitan serta membahayakan kelangsungan usaha bank. Kemudian pada tanggal 6 November 2008, Bank Century dinyatakan sebagai bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus.

Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dihadapi, pada tanggal 14, 17, dan 18 November 2008, Bank Century menerima Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari BI sebesar Rp. 689 miliar. Karena kondisi bank yang terus memburuk yang ditandai dengan terus menurunya Capital Adequacy Ratio (CAR) sehingga menjadi negatif 3,53% per posisi 31 Oktober 2008, maka pada tanggal 20 November 2008, BI menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik.

Selanjutnya, pada tanggal 20 dan 21 November 2008 setelah melalui proses pembahasan, akhirnya Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menetapkan Bank Century dinyatakan sebagai Bank Gagal yang Berdampak Sistemik yang penangannya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam rangka penanganan tersebut, LPS telah mengeluarkan dana untuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp. 6,76 triliun.

Ajaibnya, bagai legenda Roro Jonggrang, rapat KSSK yang menggelontorkan uang triliunan itu hanya dilakukan oleh tiga orang, tiga kali rapat dalam waktu sehari, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Gubernur BI Boediono selaku Anggota KSSK dan Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK. Rapat pada 21 November 2008 tersebut memperhatikan Surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia, dilakukan pukul 04.25 WIB s.d 06.00 WIB agenda pertama adalah presentasi BI yang menguraikan Bank Century sebagai bank gagal dan analisis dampak sistemiknya. Berdasarkan notulen rapat tersebut -- sebagaimana di lansir dalam Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas Kasus Bank Century, BPK – diketahui bahwa selain BI, peserta rapat lainya pada umumnya mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi dan analisis BI yang menyatakan bahwa Bank Century ditengarai berdampak sistemik. Jawaban BI sebagai tanggapan atas pertanyaan itu: “bahwa sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan resiko sistemik atau tidak, karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur hanyalah perkiraan cost/biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu, maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan namun dengan meminimalisir cost. Keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumatt sore seperti saran LPS karena Bank Century tidak mempunyai cukup dana untuk pre-fund kliring dan memenuhi kliring sepanjang hari itu.”

Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat KSSK tersebut, dilakukan dengan Rapat Komite Koordinasi yang dimulai pukul 05.30 WIB s.d selesai dihadiri oleh Meneteri Keuangan, Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner LPS yang memutuskan penyerahan penanganan PT. Bank Century, Tbk akan dilakukan oleh LPS sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Penyaluran dana dilakukan secara bertahap berdasarkan Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS, yaitu:

NO.TAHAP.PERIODE PENYALURAN.JUMLAH (Rp miliar) DASAR PENYALURAN
1. Tahap 1. 24 November s.d 1 Desember 2008. 2.776,140 RDK No.043/RDK-LPS/2008 tgl 23 Nov. 2008
2. Tahap 2. 9 Desember s.d 30 Desember 2008. 2.201,000. RDK No.050/RDK-LPS/2008 tgl 5 Des. 2008
3. Tahap 3. 4 Februari s.d 24 Februari 2009.1.155,000. RDK No.008/RDK-LPS/2009 tgl 3 Feb. 2009
4. Tahap 4. 24 Juli 2009. 630,221.RDK No.039/RDK-LPS/2009 tgl 30 Juni 2009

TOTAL 6.762,361

Sumber: Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas Kasus Bank Century; BPK
Pertaruhan Kredibiltas dalam Pemeriksaan Investigasi


Untuk menguak kejanggalan, mengingat skandal Century telah menjadi perhatian publik, maka DPR dan KPK meminta BPK agar melakukan audit investigasi. Hasil audit tersebut diharapkan dapat mengetahui juntrung kucuran uang talangan, menelusuri aliran dana dan siapa saja penikmat dana tersebut. Dalam Surat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) No. PW/5487/DPRRI/IX/2009 tanggal 1 September 2009 perihal Permintaan Audit Investigasi/Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu tarhadap Bank Century, pemeriksaan tersebut meliputi: 1) Dasar hukum, kriteria, dan proses pengambilan keputusan yang digunakan pemerintah dalam menetapkan status Bank Century yang berdampak sistemik; 2) Jumlah dan penggunaan Penyertaan Modal Sementara yang telah diberikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyelamatkan Bank Century; dan 3) Status dan dasar hukum pengucuran dana setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPKS) ditolak DPR.

Sampai saat ini BPK telah menemukan beberapa indikasi temuan pemeriksaan yang masih perlu didalami. Sejak mendapatkan amanat dari DPR dan surat dari KPK itu BPK merumuskan lima (5) tujuan pemeriksaan investigasi atas kasus Bank Century, meliputi: 1) Menilai apakah pengawasan Bank Century oleh Bank Indonesia (BI) telah dilakukan sesuai dengan ketentuan; 2) Menilai apakah terdapat dugaan pelanggaran ketentuan dalam pengelolaan Bank Century yang dapat merugikan Bank; 3) Menilai apakah pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (JFJP) oleh BI kepada Bank Century telah dilakukan sesuai ketentuan; 4) Menilai apakah proses pengambilan keputusan penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan ketentuan dan didukung dengan data yang dapat diandalkan; dan 5) Menilai apakah penggunaan dana FPJP dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk mencapai tujuan pemeriksaan, sasaran pemeriksaan BPK diarahkan pada: 1) Pengawasan Bank Century oleh BI; 2) Pengelolaan Operasional Bank Century; 3) Proses pemberian FPJP kepada Bank Century oleh BI; 4) Proses pengambilan keputusan penyelamatan Bank Century oleh KSSK; dan 5) Pengguanaan dana FPJP dan MMS oleh Bank Century. Sesuai kewenanganya, BPK tidak menilai kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century, namun BPK menilai proses pengambilan keputusan untuk menyelamatkan bank tersebut.

Tentunya, mandat besar kepada BPK ini menjadi pertaruhan lembaga Negara itu. Terlebih pimpinan dan anggota BPK periode 2009-2014 yang dipilih oleh DPR itu baru saja di lantik dan diambil sumpahnya oleh Presiden, dengan Ketua Hadi Pornomo. Dalam era Reformasi sekarang ini, BPK telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.

Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu: UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara; UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Apabila didasari atas perangkat kewenangan dan tugas yang saat ini di emban oleh BPK, berdasarkan hasil audit investigasi sementara terdapat berbagai temuan dalam proses bail out Bank Century. Secara umum, temuan sementara yang telah di laporkan dalam progress report hasil pemeriksaan investigasi BPK adalah pelampauan kewenangan dan kesalahan penilaian serta berbagai pelanggaran operasi perbankan yang berpotensi merugikan keuangan negara. Jika tidak ada aral, pekan akhir bulan November ini hasil final pemeriksaan investigasi BPK akan diserahkan kepada DPR untuk kemudian dibahas dalam rapat paripurna.

Penyelidikan Melalui Hak Angket

Sebelum DPR kecologan atas talangan Bank Century ini, modus kejahatan yang sama hampir saja berhasil menjerumuskan uang negara yang lain, yaitu ketika pengajuan dana talangan untuk menyelamatkan Bank Indover. DPR hampir terkecoh dengan argumentasi BI ketika mengancam bahwa bila Bank Indover tidak diselamatkan dengan dana Rp. 7 triliun, maka BI dapat dinyatakan bangkrut secara internasional sehingga tidak ada lagi kepercayaan terhadap Bank Sentral dan dunia perbankan Indonesia. Lebih jauh lagi, credit rating Indonesia menurun dan bunga utang akan naik. Ternyata setelah Bank Indover tidak “diselamatkan”, karena proposalnya tidak disetujui oleh DPR, tidak ada dampak signifikan terhadap situasi ekonomi nasional. Mengenai argumentasi ini, menurut mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier dapat dijelaskan bahwa penurunan rating itu bersifat sementara dan Indonesia tetap dibanjiri tawaran utang. Sedangkan bunga utang yang tinggi karena banyak faktor dan sudah berlangsung lama. Nah, dalam kaitan Bank Century ini, proses penalangan tidak atas persetujuan DPR, kecuali proposal awal Rp. 1,3 triliun dan persetujuan itu diarahkan untuk kepentingan nasabah.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat itu menegaskan masalah yang terjadi pada Bank Century merupakan tindakan kriminal murni, yaitu berupa perampokan bank oleh pemiliknya sendiri dengan disebabkan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BI. Dengan demikian dapat dipastikan kasus Bank Century bukan disebabkan krisis ekonomi, tetapi kasus kriminal yang dibiarkan berlarut-larut sehingga merugikan keuangan Negara. Argumentasi menarik dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, setelah Skandal Century mulai terkuak, bahwa beliau tidak sepenuhnya mengetahui data seputar Bank Century dan hanya percaya begitu saja dengan data BI bahwa situasinya genting. Keadaan ini persis sama ketika tahun 1997/1998 saat proses penggelontoran dana BLBI.

Berkaitan dengan masalah ini, DPR mengajukan Usul Mengenai Penggunaan Hak Angket DPR RI Tentang Kebijakan Penanganan Kasus PT. Bank Century Tbk. Usul angket tersebut memperhatikan ketentuan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Susduk MPR, DPR DPD dan DPRD serta Keputusan DPR RI No. 08/DPR RI/2005-2008 Tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. Usul angket tersebut pada Jumat 19 November dalam rapat Badan Musyawarah DPR RI telah disepakati masuk dalam agenda Rapat Paripuran DPR RI yang akan di selenggarakan pada 1 Desember 2009.

Potensi Pelanggaran Konstitusi
Apabila dalam sidang paripurna DPR nanti ternyata pengajuan angket di tolak oleh mayoritas legislator, maka DPR telah melakukan pelanggaran terhadap UUD 1945 dan perundang-undangan atas pelanggaran konstitusi dan perundang-undangan yang dilakukan oleh Presiden. Sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 76, tentang Sumpah/Janji Anggota DPR, pengajuan angket merupakan mekanisme untuk menyelidiki dan mengambil keputusan terhadap pelanggaran konstitusi dan perundang-undangan yang di lakukan oleh Presiden. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh presiden adalah UUD 1945 pasal 9 ayat 1(satu) tentang Sumpah Presiden. Dalam kenyataannya, Presiden telah melanggar sumpah tersebut yang berakibat terjadinya pelanggaran konstitusi. Pelanggaran kosntitusi terjadi pada saat presiden mengeluarkan Perpu guna menyelamatkan Bank Century. Adapun Perpu yang dikeluarkan adalah: 1) Perpu No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI); 2) Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 24/2004 tentang Lembaga Penjamin Simnanan (LPS); dan 3) Perpu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Perpu memang hak hukum yang diberikan UUD 1945 kepada Presiden Republik Indonesia, namun intepretasi atas Negara dalam keadaan darurat dan/atau genting tidak boleh dilakukan secara subyektif atau berdasarkan penafsiran sendiri tanpa kondisi obyektif dimana Negara dalam keadaan darurat dan/atau genting. Jika alasan keluarnya Perpu untuk menyelamatkan Bank Century agar menghindari bahaya ekonomi yang sistemik, maka pertanyaanya adalah apakah Negara dalam keadaan darurat dan/atau genting jika Bank Century di tutup?

Sebelumnya pemerintah sudah beberapa kali melakukan penutupan atas bank yang dianggap bermasalah atau gagal memenuhi ketentuan perundang-udangan tentang bank, bahkan pada bulan April 2009 pemerintah melakukan likuidasi terhadap Bank IFI. Artinya, Perpu yang dikeluarkan guna menyelamatkan Bank Century tidak memiliki dasar yang kuat tentang Negara dalam keadaan bahaya dan/atau genting, karena meskipun bank tersebut ditutup, tidak akan mengguncang kondisi ekonomi nasional.

Di sisi lain dalam UUD 1945 pasal 22, berbunyi: 1) Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang; 2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya; 3) Jika tidak mendapat persetujuan maka peranturan pemerintah itu harus dicabut. Dalam penjelasan pasal 22 berbunyi: Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan Negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatanya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh DPR.

Namun sesuai dengan keputusan DPR RI dalam sidang paripurna pada tanggal 17 Desember 2008 yang menolak Perpu No 4/2008 menjadi RUU, maka seharusnya Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan Perpu tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan itu sesuai dengan pasal 25 (ayat 4) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Sampai saat ini Presiden tidak melakukan pencabutan terhadap Perpu No. 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Dari penjelasan dimuka, pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden telah nyata dan terbukti. Demi hukum dan konstitusi DPR RI harus segera menyelidiki Presiden atas di keluarkannya 3 (tiga) Perpu sekaligus dalam penyelamatan Bank Century. Pelanggaran konstitusi yang sama juga terjadi jika DPR RI tidak melakukan penyelidikan terhadap Presiden. Bila hal demikian dibiarkan menjadi pilihan, maka republik ini selain di dera krisis ekonomi juga menghadapi krisis politik dan kekosongan kekuasaan (vacum of power).

Mitos Pemerintahan Bersih dan kendali Gerakan dalam Muara Persatuan
Akhirnya untuk kesekian kali ini apakah para politisi dan aparat penegak hukum akan mampu mengembalikan uang Negara dan membongkar modus perampokan uang rakyat melalui kejahatan perbankan ini -- sebagaimana yang pernah terjadi pada medio 1997/1998 dalam kasus BLBI? Tentunya dibutuhkan kontrol rakyat melalui berbagai wadah pengorganisiran gerakan untuk menghindari kewenangan formal politisi melalui hak angket justru dibajak sebagai alat posisi tawar baru untuk melakukan transaksi dan negosiasi kekuasaan. Tentunya kita tidak mau, Negara dalam kerugian besar dan rakyat terus-menrus menjadi penonton ‘drama kejar tayang’ tak berkesudahan.

Dukungan dan solidaritas masyarakat yang begitu besar terhadap KPK, secara khusus atas penahanan pimpinannya bukan tanpa alasan. Pertama, dihadapan publik secara kasat mata mempertontonkan ketidakadilan dan potret wajah penegakan hukum yang penuh dengan mafia dan jual beli pasal, oleh aparat penegak hukum. Kedua, kepercayaan (trhust) terhadap KPK sebagai institusi mandiri dalam penyelidikan dan penyidikan korupsi masih menjadi harapan besar masyarakat. Berdasarkan data Indonesian Corruption Wacth (ICW), sejak tahun 2005 hingga tahun 2008, dari 1.421 terdakwa kasus korupsi yang diproses di pengadilan umum, sebanyak 659 terdakwa divonis bebas dan sebagian yang lain divonis ringan. Hal itu sangat kontras dengan penanganan kasus korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pengadilan atas kasus yang diselidik dan sidik KPK, justru belum pernah memutus bebas seorang terdakwa kasus korupsi.

Prestasi KPK itu tentu didasari atas kewenangan yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002. Komisi superbody yang memiliki 5 tugas dan 29 wewenang yang luar biasa ini, memiliki kekuatan yang cukup untuk mengibarkan perang terhadap praktek korupsi. Hal ini, berbanding terbalik jika kita menilik aparat penegak hukum dan pengadilan umum. Dalam temuan survey Transparansi Indonesia (TI), misalnya, diketahui bahwa aparat penegakan hukum di Indonesia, khususnya kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, kurang dipercaya oleh masyarakat. Sementara itu, berdasarkan perbandingan dengan pengadilan 11 negara asia lainnya, pengadilan Indonesia adalah yang paling buruk. Dengan begitu, usaha menjatuhkan KPK berarti usaha untuk melemahkan usaha pemberantasan korupsi, sebuah usaha untuk memberi angin segar kepada sejumlah koruptor kelas kakap di Indonesia, yang selama puluhan tahun sulit disentuh oleh hukum.

Dengan demikian, menghadapi upaya pelemahan alat pemberantasan korupsi yang menjadi tumpuan harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi dinegeri ini, merupakan tugas dari kekuatan gerakan demokratik, sebagaimana pada era reformasi kekuatan gerakan menjadi penentu kunci dalam memberi amanat dan basis bagi lahirnya produk-produk hukum anti-korupsi dan lahirnya KPK ini. Animo dukungan dan keprihatinan masyarakat terhadap KPK ini, merupakan basis sekutu gerakan untuk memimpin pada level yang lebih maju, bahwa: Pertama, mitos neoliberal sebagai sistem ekonomi yang menghendaki pemerintahan baik dan bersih (clean and good governance), memerangi korupsi, kapitalisme kroni, dsb, akhirnya terbantahkan. Kini neoliberal bergandengan dengan koruptor, dan membangun sebuah rejim politik korup, yang berada dalam kerangka kerja (frame work) sistem neoliberal itu sendiri. Dengan kata lain, korupsi bisa mendapatkan ‘toleransi’ selama berada dan/atau mempermulus sistem neoliberal. Hal ini bisa diyakinkan sedianya dugaan publik atas skandal Century, ditemukan fakta adanya aliran dana Pilpres kepada pasangan SBY-Boediono. Dugaan sementara, baru didasari fakta sejumlah nasabah besar Bank Century yang juga merupakan donatur pasangan ini. Kejanggalanya terletak pada pilihan bank yang sudah dikenal tidak sehat sejak lahirnya, sebagai tempat menyimpan dana yang tidak kecil jumlahnya. Mantan Menko Kwik Kian Gie mencurigai adanya proses cuci uang (money loundring) dalam bail out Century, ditengarai sebagai bagian dari operasi untuk dana Pilpres.

Kedua, kredibilitas pemerintahan SBY-Boediono merosot secara drastis. Oleh berbagai survey, kemenangan SBY-Boediono dalam pemilihan presiden selalu melekat karena harapan akan pemerintahan bersih dan anti-korupsi. Harapan rakyat itu juga yang selalu menjadi slogan sentral (tag line) pemerintahan ini. Dihadapkan pada skandal Bank Century di satu sisi dan sikap pembiaran terhadap pengkerdilan KPK dalam konflik dengan Polri, perserpsi masyarakat berubah. Kedepan, pemerintahan ini akan berhadapan dengan oposisi luas dari masyarakatyang didera krisis kepercayaan (unthrust). Ketiga, sejumlah lapisan pendukung loyal SBY-Budiono mulai goyah, sebagian sudah bergeser menjadi kritis dan melemparkan mosi tidak percaya terhadap rejim ini.

***

Gerakan demokratik, baik residu maupun yang baru muncul, masih terlihat sisa cerai-berainya, saat ini menghadapi tantangan dua tugas sekaligus. Pertama, menjadi harapan baru dan saluran kekecewaan masyarakat, terhadap berbagai upaya pengkerdilan KPK – termasuk rencana penyusunan RUU Tindak Pidana Korupsi yang sarat dengan upaya pelemahan wewenang – dan gelagat penguburan kasus besar Bank Century sebagai bentuk ‘perlindungan’ kekuasaan atas keterlibatan ‘lingkaran dalam’. Kedua, menjadi kekuatan kontrol (control power) dan alat desak (pressure agent) dalam proses penyusunan Hak Angket Kasus Bank Century.

Proses angket ini tinggal selangkah untuk lolos di DPR. Bahaya tidak adanya kontrol dan desakan terus-menerus dari kekuatan gerakan demokratik, seperti yang sudah menjadi tradisi dalam krisis politik, Hak Angket ini dijadikan sebagai alat posisi tawar-menawar (bergaining positioning) kekuatan politik formal untuk mendapatkan ceceran kekuasaan (power sharing). Dua tantangan besar ini, jika dihadapi dan terkelola dengan baik akan menjadi basis persatuan gerakan yang terhimpun secara nasional. Di depan mata sudah terlihat, potensi pecah belah dengan memanfaatkan fragmentasi pilihan isu gerakan, baik yang dilakukan dalam bentuk operasi pengaburan dan kanalisasi walau masih terlihat samar, ataupun memang terjadi secara kebetulan, karena dis-orientasi pergerakan. Hanya keledai yang akan terperosok pada lubang yang sama!

1 komentar: