03 Desember 2011

Iceberg


Dalam sebuah sesi konseling, seorang guru pernah berkata kepada saya, “Pak, sebenarnya saya ini terpaksa jadi guru, waktu itu saya sudah tidak bekerja lama sekali dan semua lamaran saya tidak ada yang tembus, sehingga begitu ada tawaran jadi guru saya terpaksa mengambilnya…”

Sepenggal kalimat awal itu diteruskan dengan cerita-cerita lainnya yang menyatakan bahwa dia sudah tidak memiliki semangat lagi untuk mengajar dan hanya bertahan demi uang. Itu sebabnya ketika ada pekerjaan tambahan tanpa kompensasi uang, guru tersebut cenderung komplain, mengerjakan dengan setengah hati, dan terus memprovokasi guru-guru lain untuk ikut komplain.

Pada sebuah sesi konseling lain dengan guru yang berbeda, saya menemukan sebuah kondisi yang berbeda 180 derajat. Ketika saya mengajukan pertanyaan, dia menyatakan, “Pak, saya merasa mengajar itu memang sudah menjadi panggilan hidup saya. Kadang-kadang saya sampai kurang tidur demi mempersiapkan materi. Saya selalu berusaha mencari metode mengajar baru yang lebih kreatif dan bisa mudah ditangkap oleh murid saya. Memang, sekolah tidak memberi saya uang tambahan untuk itu, tetapi entah kenapa saya selalu merasa puas sekali kalau apa yang saya lakukan ternyata berhasil membuat murid menyenangi mata pelajaran saya! Jauh lebih puas ketimbang menerima gaji saya setiap akhir bulan.”

Meski guru tersebut tidak mengingkari kebutuhannya akan uang sebagai modal hidup, tetapi saya memang bisa melihat sebuah “cahaya” yang beda dari bola matanya ketika dia menceritakan semangatnya dalam mengajar.

Dalam organisasi mana pun, kita akan selalu menjumpai dua jenis orang seperti kedua guru di atas. Saya menyebut orang pertama adalah orang-orang yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik.

Dia membutuhkan “drive” dari pihak luar untuk membuatnya bersemangat. Biasanya orang-orang jenis pertama ini membutuhkan iming-iming uang, pujian, status atau prestise.

Itu sebabnya pada akhirnya orang-orang seperti ini hanya memenuhi job desc-nya karena sebenarnya dia tidak pernah menikmati apa yang ia lakukan. Dia melakukannya hanya sebagai syarat untuk menerima reward.

Adapun pada guru kedua, saya menyebutnya sebagai orang yang digerakkan oleh motivasi intrinsik. Meski tanpa iming-iming yang terlihat, dia tetap akan termotivasi untuk berkarya.

Karena letupan semangatnya justru datang dari dalam dirinya sendiri. Panggilan hidupnya, keinginannya untuk mengaktualisasikan diri, serta passion-nya dalam menjaga sebuah hubungan antarmanusia yang menggerakkan dirinya.

Itu sebabnya orang-orang seperti ini meski kadangkala menerima reward materi yang tampak tidak sebanding, tetapi mereka tetap bisa termotivasi untuk berkarya.

Berdasarkan pengalaman, saya menjumpai bahwa orang-orang jenis kedua inilah yang pada akhirnya berhasil menduduki puncak (meski ada juga beberapa orang jenis pertama yang bisa berada di puncak, tetapi langka!).

Saya juga sudah berjumpa dengan ornga- orang sukses yang memiliki latar belakang minus tetapi berkat motivasi intrinsiknya, mereka bisa survive dan bahkan meraup kesuksesan.

Melihat fenomena ini, saya menyebut kedua situasi ini seperti gunung es (iceberg). Jika Anda mempelajari bentuk gunung es, Anda akan mengetahui bahwa gunung es memiliki dua bagian, yaitu bagian yang tampak di atas permukaan laut dan bagian yang tersembunyi di bawah laut.

Biasanya bagian di bawah laut yang tersembunyi tersebut justru lebih besar dan lebih kokoh. Jika motivasi ekstrinsik diibaratkan dengan bagian gunung es yang muncul di permukaan, motivasi intrinsik bisa diibaratkan seperti bagian gunung es yang tersembunyi, tak kelihatan, berada di bawah laut, tetapi justru memiliki kekuatan dan ukuran yang berlipat-lipat ketimbang bagian yang ada di atas permukaan.

Sebagai seorang pemimpin pun kita harus menyadari fenomena motivasi gunung es ini. Jika bawahan kita hanya bergerak berdasarkan motivasi ekstrinsik, kita harus selalu mengeluarkan tenaga ekstra untuk menggenjot semangat dan produktivitas mereka. Kita juga harus selalu was-was menghadapi sikap mereka yang kurang kooperatif dan siap meninggalkan kita kapan pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar