03 Maret 2012

SUMPAH JANJI PEGAWAI NEGERI SIPIL


Demi allah, 
Saya bersumpah/ berjanji 
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, 
Akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; 

Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab; 

Bahwa saya, 
Akan senantiasa menjunjung tinggi kegormatan Negara, pemerintah, dan Martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan 

Bahwa saya, 
Akan memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya 
atau menurut perintah harus saya rahasiakan; 

Bahwa saya 
Akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara 

(Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegewai Negeri Sipil)


Bolehkah Melanggar Janji/Sumpah?
Ada seorang teman satu kampus ngirim SMS pada saya, dia bertanya seperti ini:
“Wir, janji itu adalah hutang. Hutang itu hrus dbayar smpe mati kan bay. Kalau kta prnh jnj sma org dulu, trus keadaannya berubah, kalau janji itu dilaksanakan, dampaknya bakal kurang bagus. Itu gimana wir”

Seperti itulah bunyi SMS nya. Lalu saya jawab pada waktu itu juga sesuai keterbatasan pengetahuan saya, bahwa janji yang menimbulkan mudharat atau bertentangan dengan syari’at Islam boleh dilanggar. Saya berdalil dengan Kitabullah:

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. An-Nuur 24:22]

Pada footnote Al-Qur’an terjemahan Depag yang diterbitkan tahun 1995 dijelaskan:
“Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu bahwa dia tidak akan memberikan apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri ‘Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mereka mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka itu.”

Wallahu a’lam. Tapi kemudian saya mendapatkan penjelasan yang lebih banyak lagi mengenai hal ini. Semoga Allah mengampuni saya dan menganugerahi saya ilmu yang bermanfaat lagi.

Seperti yang pernah ditanyakan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- dengan model pertanyaan yang hampir sama, bisa dilihat artikelnya di http://almanhaj.or.id/content/1681/slash/0

Kesimpulannya bahwa oang yang melanggar sumpah wajib membayar denda. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

“Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu”. [Al-Ma'idah : 89]

Begitu juga jika bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, lalu melihat bahwa ternyata lebih baik membatalkan sumpah tersebut, maka batalkanlah sumpah tersebut kemudian membayar denda sumpah tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Jika engkau bersumpah, kemudian engkau melihat sesuatu yang lebih baik dari sumpah tersebut, maka batalkanlah sumpahmu (dengan membayar denda) dan kerjakanlah sesuatu yang lebih baik dari sumpahmu itu”. [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Namun, ada dua keadaan dimana sang pelanggar sumpah atau janji tidak wajib membayar kaffarah (denda):

Pertama, dia melanggar karena lupa, tidak sengaja, atau terpaksa dan tidak mampu lagi untuk menolaknya. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya Allah menghapuskan (kesalahan) dari umatku, (yang dilakukan) karena tidak sengaja, lupa, atau terpaksa.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani)

Kedua, ketika bersumpah dia mengucapkan, “insyaa Allah” sebagaimana dinyatakan dalam hadis,

“Siapa yang bersumpah dan dia mengucapkan: InsyaaAllah, maka dia tidak dianggap melanggar.” (H.R. Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban dan disahihkan Syu’aib al-Arnauth)

Jika tidak dinilai melanggar, berarti tidak ada dosa dan tidak wajib membayar kaffarah. Sebagaimana keterangan dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Jami Turmudzi (5: 109)
http://konsultasisyariah.com/sumpah-atas-nama-allah

Dari penjelasan di atas yang saya dapat dari beberapa sumber, maka saya ingin menasehati pada kawan-kawan semua: Janganlah bermain-main dengan janji dan sumpah. Dan ucapkanlah INSYA ALLAH (Jika Allah menghendaki).

Allah berfirman:

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu ’sesungguhnya aku akan mengerjakan esok,’ kecuali (dengan mengucapkan) insya Allah. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah ‘mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” (QS Al-Kahfi: 23-24).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar