12 April 2012

Tantangan, Analisis dan Jawaban untuk Pelayanan Publik Prima



Permasalahan masyarakat sebagaimana Thoha (2005: 80) nyatakan sangatlah kompleks. Hal ini terkait dengan banyaknya kepentingan publik (public interest) yang harus diakomodir. Sementara itu, Holcombe (dalam Kumorotomo, 2005: 365) menyatakan bahwa kepentingan publik mempunyai peran yang sangat signifikan dalam sebuah negara. Pemerintah sebagai penyelenggara negara tentunya memiliki tugas untuk melayani kepentingan rakyatnya sebagai warga negara.

Warsito Utomo (2007: 129) mengungkapkan bahwa pemerintah atau birokrasi belum dengan sungguh dapat memahami fungsinya sebagai pelayan publik. Terkait dengan kebijakan publik (public policy), secara umum kebijakan publik diarahkan sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan publik (public affairs) yang muncul dan berkembang dalam masyarakat. Pelayanan publik sebagai aktifitas pemerintah untuk mendistribusikan hak-hak asasi warga negara seharusnya memang tercenter kepada sebuah kepentingan publik. Organisasi publik seharusnya dipahami sebagai sebuah entitas yang berjasa untuk melayani kepentingan publik (Indiahono, 2006: 58).

Pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas layanan publik pada tahun 2009 telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung berbagai prioritas reformasi birokrasi yakni sebesar Rp 774 miliar. Sedangkan untuk tahun 2010 ini pemerintah meningkatkan alokasi anggaran belanja pegawai menjadi Rp 161,7 triliun (aparaturnegara.bappenas.go.id di akses 10 Februari 2010). Dalam hal ini tentunya tidak ada tawar menawar lagi bagi publik untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan berkeadilan.

Diakui memang saat ini sudah ada regulasi yang sah tentang pelayanan publik. Namun demikian, dalam kenyataannya kebanyakan instrumen legal yang telah disahkan belum dapat sepenuhnya menjawab permasalahan yang ada. Bahkan kebanyakan instrumen legal hanyalah menjadi tumpukan dokumen yang belum dapat di implementasikan secara efektif. UU No. 25 Tahun 2009 menjadi pijakan baru dalam hal pelayanan publik di negara kita. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa UU ini berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum, adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan dalam perlakuan atau tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan agar batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik.

Bambang Wicaksono (dalam Spirit Publik, 2007: 107) memaparkan bahwa peraturan yang ada sering kali tidak mudah dipahami oleh warga pengguna yang sebagian besar berpendidikan rendah, sehingga banyak terjadi mis-komunikasi antara birokrasi dengan warga masyarakat pengguna layanan. Selain itu, Bambang juga menyebutkan hasil penelitian Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) yang menunjukan bahwa kesulitan-kesulitan teknis seperti ini dialami oleh warga pengguna di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Tidak terkecuali dengan penulis sendiri. 

Penulis merasakan hal yang sama ketika harus mengurus surat pengesahan dari kelurahan dengan waktu yang tidak jelas (2 Februari 2009). Hal tersebut menjadi wajar ketika warga pengguna layanan masih merasakan kegelisahan atas sebuah jawaban pemerintah dalam menjawab permasalahan pelayanan publik melalui produk kebijakannya berupa UU No. 25 Tahun 2009. Rendahnya kualitas dan efektifitas pelayanan publik dengan disertai pelayanan yang terkesan pilih bulu tentunya dapat menimbulkan erosi kepercayaan dan sinisme warga terhadap pemerintahsebagai penyedia layanan.


Analisis UU No. 25 Tahun 2009
Penulis melakukan analisis SWOT terhadap UU No. 25 Tahun 2009Tentang Pelayanan Publik. Menurut Rangkuti analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (dalam Nizar, 2009: 9). SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weackness serta lingkungan eksternal opportunities dan threats. Sehingga, analisis SWOT pada dasarnya merupakan perbandingan antara faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weackness) dengan faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats).

Kekuatan (strength) yang pertama dalam pasal 4 UU Pelayanan Publik menjamin kesamaan hak, kesamaan perlakuan atau tidak diskriminatif, kepastian hukum dan fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok yang rentan. Sehingga masyarakat tidak lagi merasa khawatir atau gelisah terhadap layanan yang hendak diberikan kepada warga masyarakat pengguna layanan.Kedua, dalam pasal 18 dan 19 tentang hak dan kewajiban masyarakat,masyarakat cenderung lebih diberdayakan untuk menikmati dan memanfaatkan pelayanan publik sebaik-baiknya sesuai hak dan kewajibannya. Ketiga, dalam pasal 35 diatur pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan melalui pengawasan internal dan eksternal. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat mengarah pada pelayanan publik yang berkeadilan. Keempat, dalampasal 46 semakin mempertegas fungsi dan peranan Ombudsman sebagai lembaga pengaduan untuk penyelesaian pengaduan masyarakat.

Kelemahan (weackness), budaya birokrasi pemerintahan kita yang masih bersifat patrilineal. Sehingga dapat mengakibatkan pemberian layanan memakan waktu yang lama. Hal ini sekaligus dapat menjadi ancaman (threats)bagi pemerintah sebagai penyedia layanan publik untuk keluar dari belenggubudaya birokrasi yang masih bersifat patrilineal.

Keberadaan Kabupaten Jembrana dan Sragen yang menjadi best practice yang banyak dijadikan acuan oleh berbagai daerah tentunya menjadi suatu peluang (opportunities) yang dapat dijadikan sebagai percontohan bagi daerah-daerah lain untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan publiknya.Sehingga inovasi-inovasi yang diterapkan di Jembrana dan Sragen dapat di ikuti oleh daerah-daerah lain dalam rangka mencapai pelayanan publik yang berkualitas dan berkeadilan.


Catatan Penting dalam Implementasi UU No. 25 Tahun 2009
Kepuasan dan kenyamanan atas sebuah layanan publik tentunya tidak mutlak hanya dapat dimiliki oleh segelintir orang saja. Penyelenggaraan pelayanan publik yang berkeadilan sudah menjadi dambaan dan harapan atas penantian warga masyarakat sebagai pengguna layanan. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi para elit birokrasi dan aparatur pemerintah untuk terus menapaki proses belajar sosial yang mengarah pada kualitas layanan publik sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2009Tentang Pelayanan Publik.

Perumusan strategi yang efektif dalam menelaah UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dapat dilakukan melalui analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT Analysis). Berangkat dari analysis tersebut, berikut penulis rekomendasikan beberapa saran. 

Pertama, mengingat budaya birokrasi pemerintahan kita yang masih bersifat patrilineal, pemerintah harus dapat membangun komitmen para pimpinan dari setiap lembaga birokrasi yang menyediakan layanan bagi masyarakat.  

Kedua, diperlukan adaya motivasi birokrasi dari pimpinan birokrasi untuk meningkatkan kinerja dalam penyelenggaraan layanan.  

Ketiga, menggunakan Community Control melalui kontrol optimal sebagai bentuk pengawasan yang memodelkan biaya pengadaan pelayanan secara just in time yang dapat diakomodasi melaluiCitizen Charter atau Service CharterCommunity Control penulis artikan sebagaikesatuan kelompok yang melakukan pengawasan secara bersama terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik yang di dalamnya terdapat multi stakeholders, terdiri dari tokoh masyarakat, LSM dan akademisi serta dari pihak birokrasi pemberi layanan yang secara langsung terlibat dalam pembuatan kontrak pelayanan. Sehingga diharapkan implementasi daripada UU No. 25 Tahun 2009 dapat mewujudkan pelayanan publik yang berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat pengguna layanan.

1 komentar:

  1. terima kasih atas ilmunya pak sangat bermanfaat semoga akan berubah menjadi lebih prima pelayanan publik Indonesia


    agus-paytren.blogspot.com

    BalasHapus