15 Mei 2012

Jenis-jenis Kualitas Sikap Mental Guru


Dalam dunia pendidikan dan dalam buku-buku tentang pendidikan dan keguruan selama ini, klasifikasi guru sejauh ini paling tidak baru dibuat baru di sekitar dua hal: Pertama, kualitas guru berdasarkan jenjang pendidikannya atau kelulusannya (SPG/PGA, D2, D3, Sarjana). Kedua, kelompok guru berdasarkan bidang studi yang diasuhnya (misalnya guru IPA, guru matematika, guru agama, guru IPS dst). Klasifikasi jenis-jenis guru sepert ini dampaknya hanya pada penguasaan materi pendidikan. Padahal, salah satu problem besar pendidikan adalah masalah moral dan akhlak sebagai diantara tujuan utama pendidikan. Sesungguhnya, klasifikasika guru tidak hanya yang disebut di atas. Tulisan ini menguraikan lima jenis guru berdasarkan kualitas sikap mentalnya dalam mengajar. Jenis-jenis sikap berdasarkam karakter mental ini memiliki pengaruh penting terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Klasifikasi karakter mental guru ini bisa diawasi oleh pimpinan sekolah, pengawas, dewan sekolah bahkan oleh murid sendiri.

1. Guru Sasar
Guru sasar adalah guru yang tidak sesuai antara statusnya sebagai guru dengan perilakunya. Tidak sesuai juga antara kata-katanya dengan perbuatannya, antara seruan dan sikapnya sendiri. Guru yang tidak mencerminkan dirinya sebagai guru. Misalnya, akhlaknya kurang baik dan tidak memiliki sifat seorang pendidik. Hasilnya, bukan membawa kemajuan terhadap murid-muridnya tapi malah memberikan dampak buruk dan menyesatkan. Tipe ini adalah mereka yang tidak memiliki mental guru tapi terpaksa menjadi guru, akhirnya menjadi guru yang kesasar. Guru sasar terpaksa menjadi guru daripada menganggur, tidak punya pekerjaan lain dan seterusnya.
Secara profesional, guru mismatch (latar pendidikan dengan bidang studi) adalah termasuk guru sasar terutama bila dirasakan murid tidak membawa kemajuan dalam memahami pelajaran. Disebut guru sasar karena tidak nyambung antara latar belakang pendidikan dengan pekerjaannya sebagai guru. Ada satu-dua kasus guru mismatch berdampak positif terhadap kemajuan murid dan sekolah, karena disebabkan beberapa hal: (1) Tidak memiliki latar belakang ilmu pendidikan, tetapi berbakat jadi guru, atau mempunyai mental guru, senang membimbing, mengarahkan dsb. (2) Rajin dan tekun mengembangkan diri untuk menjadi guru yang baik sehingga ia mampu mengajar dengan baik, mengerjakan tugasnya dengan baik, bertanggung jawab sebagai guru dsb. Namun demikian, tuntutan profesional tetap mengharuskan seorang guru harus memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan apa yang diajarkannya.

2. Guru Makelar
Guru yang kemampuannya lebih pada mengutip-ngutip pikiran orang, menghapal dan menyebutkan pendapat-pendapat orang. Ia menjadi “makelar” ilmu orang lain. Banyak mengutip pendapat orang lain tapi tidak kritis, tidak punya refleksi, jarang memiliki pendapat sendiri, ujung-ujungnya tidak punya pendirian. Kuat dalam hafalan tapi kurang memiliki fikiran dan pendapat sendiri. Lebih buruk dari guru makelar adalah guru yang kesukaannya mendiktekan pelajaran untuk dicatat secara pasif oleh murid-muridnya.

3. Guru Layar
Guru yang kesenangannya menceritakan kemampuan-kemampuannya, pengalaman-pengalamannya, kehebatan-kehebatannya, kelebihan-kelebihannya di depan murid-muridnya. Hal itu dilakukan tanpa berfikir penting tidaknya, manfaat tidaknya, relevan tidaknya kesenangan menceritakan diri dengan pelajaran yang sedang dibahas di kelas. Dia berlayar dalam pengalamannya. Dia senang kalau sudah bercerita tentang pengalamannya, “tujuannya” adalah pengumuman bahwa dia hebat dst.

4. Guru Bayar
Guru yang melakukan fungsi pendidikan karena dia dibayar oleh status, peranan, pekerjaan atau lingkungannya sebagai guru, tanpa dia sendiri menyadarinya. Dia melakukan sikap-sikap keguruan dan kependidikan karena dia merasa dirinya sebagai guru. Misalnya, berpenampilan rapih, bersikap manis, bertutur baik, sopan dan ramah karena dia merasa sebagai guru. Status guru membentuknya seperti itu. Ketika tidak menjadi guru sikapnya berubah. Sikap-sikap baik tersebut bukan lahir dari sikap mentalnya sendiri, bukan pendapatnya sendiri yang kuat dan kukuh. Ciri guru bayar adalah melakukan fungsi-fungsi keguruan tetapi tidak dibarengi dengan penjiwaan, tidak memiliki ekspresi emosionalnya sebagai guru sehingga umumnya kurang kreatif sebagai guru. Guru bayar menjadi guru bila di sekolah, di luar sekolah lain lagi. Guru bayar umumnya adalah pengajar bukan pendidik.

5. Guru Besar
Guru besar disini maksudnya bukan doktor atau profesor karena itu menyangkut ilmu. Guru besar yang lebih hebat adalah guru besar dalam hal sikap mental. Guru besar ilmu banyak yang tidak memiliki mental pendidik dan sikapnya tidak terpuji. Guru besar disini maksudnya guru yang pandai membesarkan hati, harapan dan cita-cita murid-muridnya, guru yang pandai menumbuhkan motivasi dan mendorong murid-muridnya untuk maju. Guru yang pandai membesarkan keinginan sehingga anak didiknya merasa terdorong, termotivasi dan terbangun jiwanya. Guru tipe ini sikapnya arif, mentalnya dewasa dan matang, tidak mudah menyalahkan, ucapannya sejuk dan enak didengar, dan seorang motivator yang baik. Guru besar selalu disukai murid-muridnya.

Refleksi
Yang terbaik dari kelima jenis itu tentu saja adalah guru besar. Guru besar adalah guru yang baik, guru sejati, pendidik yang sebenarnya. Bila sekolah ingin maju, perbanyaklah guru besar di sekolah. Arahkanlah guru-guru yang ada di sekolah untuk menjadi atau memiliki mental guru besar melalui program-program pelatihan, pendidikan mental, perluasan wawasan dan peningkatan jenjang pendidikan. Kelompok guru besarlah yang akan memiliki dampak positif terhadap anak didik dan dunia pendidikan secara umum. Mental guru besar lah yang akan melahirkan murid-murid yang sukses dan generasi muda yang berakhlak mulia yang selama ini didambakan oleh orang tua dan masyarakat. Klasifikasi sikap mental guru ini bisa melibatkan evaluasi dari kepala sekolah, pengawas, masyarakat dan murid-murid secara tidak langsung demi kemajuan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar