31 Agustus 2011

Theory of cognitive moral development (CMD) – perkembangan moral kognitif

Berbeda dengan rerangka filsafat moral yang hanya mengevaluasi sikap sadar terhadap perilaku etis, teori perkembangan moral kognitif (cognitive moral development–CMD) bergerak lebih dalam ke lapisan bawah sadar jiwa manusia.

Teori perkembangan moral kognitif (cognitive moral development–CMD) menekankan kepada proses berpikir moral (moral thought process), apa yang dipikirkan seorang individu dalam menghadapi sebuah dilema etika (Mintchik & Farmer, 2009).

Piaget (1932) adalah peneliti pertama yang mengemukakan konsep perkembangan moral (moral development) dalam monografnya, The Moral Judgment of a Child.

Lebih lanjut, teori perkembangan moral kognitif (cognitive moral development–CMD) modern telah melahirkan nama Lawrence Kohlberg (Kohlberg et al., 1984), yang pada tahun 1950an memperluas gagasan Piaget sehingga mencakup penalaran remaja dan orang dewasa.

Di awal masa hidupnya, Kohlberg ikut serta dalam perpindahan ilegal orang-orang Yahudi yang selamat dari pembunuhan massal dari Eropa ke Palestina. Pengalaman itu memaksa rasa ingin tahunya atas beragam isu moral, misalnya perbedaan karakter antara orang-orang di Nazi Jerman yang membantu Yahudi meskipun berisiko kehilangan nyawa dengan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan massal.

Selanjutnya, isu perbedaan pertimbangan moral yang ditentukan secara kognitif (the issue of cognitively defined differences in moral judgment) menjadi titik sentral dari upaya-upaya akademik Kohlberg dan terungkap dalam teorinya mengenai perkembangan moral kognitif (cognitive moral development–CMD).

Menurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif terdiri atas enam tahap hirarkhis yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: prakonvensional (tahap 1 dan 2), konvensional (tahap 3 dan 4), dan pascakonvensional (tahap 5 dan 6).

Proposisi yang mendasari teori Kohlberg ini adalah: keputusan iindividu mengenai perilakunya berasal dari kemampuan individu itu untuk menganalisis kewajiban-kewajiban moralnya (Emler, Tarry and James, 2007).

Pada tingkatan prakonvensional, individu mempersepsikan aturan dan ekspektasi sosial sebagai hal-hal di luar dirinya; rasa takut akan hukuman adalah motivasi utama untuk mengikuti aturan-aturan sosial pada tahap ini.

Pada tingkat konvensional, individu mengidentifikasi dirinya dengan suatu kelompok sosial dan menginternalisasi aturan-aturan kelompok serta ekspektasi-ekspektasi dari orang lain di dalam kelompok, terutama orang yang memiliki autoritas. “

Pada tingkat pascakonvensional, seseorang mendiferensiasi self-esteem-nya dari aturan-aturan dan ekspektasi orang lain serta menentukan nilai-nilai pribadi terkait dengan prinsip-prinsip yang dipilihnya sendiri” (Wright, 1995, p. 17).

Sepanjang hidupnya, seorang individu berinteraksi dengan dunia luar dan bergerak setahap demi setahap menuju tingkatan-tingkatan moral yang lebih tinggi. Meskipun pertumbuhan moral seorang individu akan meningkat, laju peningkatannya tidak dapat dipastikan; tidak semua orang mencapai tahap konvensional, dan bahkan lebih sedikit yang bisa mencapai tahap pascakonvensional. Perbedaan tahapan perkembangan moral yang dicapai oleh setiap individu inilah yang mendasari perbedaan tingkah laku dan sikap (e.g., Kohlberg and Candee, 1984; Rest, Narvaez, Bebeau, and Thoma, 1999)..

Untuk menilai tahap perkembangan moral individu, Kohlberg menciptakan suatu metodologi wawancara yang dikenal dengan Moral Judgment Interview (Colby and Kohlberg, 1987).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar