20 November 2011

3 Pertanyaan 1 Jawaban


Ada sebuah kisah menarik yang pernah saya temukan ketika membaca buku ”jaman penjor” karya GusHar Wegig Pramudito. Sebuah kisah tentang seorang pemuda cerdas dengan tiga pertanyaan yang mengganggu pikirannya. Dan tulisan ini adalah adaptasi dari kisah tersebut dan saya tambahkan dialognya biar lebih dramatis. Hehe.. Berhari-hari ia mencari jawabnya. Ia baca buku-buku. Ia pun bertanya pada banyak orang. Tetapi jawaban yang didapatkannya tak kunjung memuaskan hati. Pemuda itu terus mencari. Rasa penasarannya tinggi. Selayaknya pemuda idealis yang selalu berpikir kritis akademis, ia kembali membaca buku-buku lain. Berhari-hari ia terus memikirkan hal ini. Sampai-sampai ia kurang tidur dengan pikiran lelah bercampur rasa gelisah yang mendera jiwanya.

Lalu, apa sebenarnya tiga pertanyaan yang membuatnya risau selama ini? Baiklah, barangkali anda mungkin bisa menjawabnya.

1) Jika Allah itu ada, mengapa tidak terlihat bahkan tidak bisa digambarkan?
2) Apakah takdir itu?
3) Setan terbuat dari api dan akan dimasukkan ke dalam neraka yang penuh api. Tentu saja setan tidak merasakan siksaan tersebut. Benarkah demikian?

Bagaimana dengan jawaban anda?

Hmm… Ratusan buku telah ia baca. Puluhan orang telah ia tanya. Ia telah berkelana ke berbagai tempat untuk mencari jawabnya. Bertemu dengan tokoh agama dan ahli filsafat untuk bertanya. Tetapi ia seperti menemui jalan buntu. Karena lelah mencari, ia pun mulai ragu. Jangan-jangan Tuhan, takdir, setan dan neraka itu memang tidak ada. Ia hanya imajinasi manusia semata. Begitu akhirnya ia berkesimpulan.

Sampai suatu ketika, tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang kakek. Sebenarnya sang pemuda tidak berniat untuk menanyakan hal ini kepadanya karena penampilan si kakek yang kurang meyakinkan. Tapi tak ada salahnya untuk mencoba.

“Ada apa, Anak muda? Apa yang membuatmu risau selama ini?”

“Begini, aku punya tiga pertanyaan yang mengganggu pikiranku. Aku sudah mencari di berbagai buku, bertanya pada banyak orang, tetapi tidak ada yang memuaskan hati.”

Lalu pemuda itu pun menjelaskan tiga pertanyaan yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak selama ini. Si kakek hanya diam. Tiba-tiba saja, ia menampar pipi pemuda itu dengan keras. Plakk!!

Bukan hanya kaget, pemuda itu marah. Darahnya mendidih, pikirannya bergejolak. Ia sungguh tidak diterima diperlakukan seperti itu. Si kakek lalu menenangkan dengan berkata, “Itulah jawaban atas tiga pertanyaanmu tadi, Anak Muda!”

“Apppaa?!? Apa maksud perkataanmu?” tanya pemuda itu heran.

“Baiklah, akan kujelaskan satu persatu.” Kata si Kakek sambil menghela nafas.

Kakek itu pun mulai bertanya, “Pertama, apakah kau merasa sakit ketika kutampar?”

“Tentu saja. Bahkan sakitnya masih terasa sampai sekarang.” Jawab pemuda itu kesal.

“Coba perlihatkan dan gambarkan padaku bagaimana rasa sakit itu?”

Pemuda itu hanya diam. Bingung.

“Bagaimana mungkin aku bisa menggambarkannya, Kek. Tentu saja aku tidak bisa menggambarkan bagaimana sakitnya ditampar”

“Tapi kau bisa merasakannya, bukan?”

Tanpa sadar, Pemuda itu mengangguk.

“Itulah jawaban pertanyaanmu yang pertama. Apakah kau percaya Tuhan?”

Seketika pemuda itu menjadi gamang.

“Anak muda, jika kau tidak percaya adanya Tuhan, maka kau tidak akan bisa menggambarkan dan menghadirkan-Nya dalam hatimu. Tapi jika kau percaya, maka Tuhan akan hadir dan tergambar dalam hatimu. Seperti rasa sakit yang kau rasakan ketika kutampar. Allah itu ada meski tak kasat mata. Ia hanya bisa dirasakan dan digambarkan oleh orang-orang yang percaya (beriman).”

Pemuda itu tersenyum. Ia telah menemukan jawaban yang sesuai dengan logika berpikirnya. Pertanyaan pertama akhirnya terjawab sudah.

“Lalu bagaimana dengan takdir?” katanya pada si kakek.

Kini giliran si kakek yang tersenyum. “Anak muda, apakah kau pernah merencakan jauh hari sebelumnya bahwa suatu saat nanti kau akan bertemu denganku untuk kutampar?”

“Gila. Tentu saja tidak”

“Tapi apa yang terjadi hari ini adalah bukti bahwa kita bertemu dan aku menamparmu tanpa kita rencanakan dan pemberitahuan sebelumnya. Tentu saja ini adalah kehendak Tuhan. Itulah takdir.”

Hmm. Logika yang menarik!

“Oke. Oke. Dua pertanyaan bisa kau jawab hanya dengan satu jawaban, Kek” Kata pemuda itu sambil mengelus pipi yang sakit. ” Sekarang tak mungkin kau akan menjawab pertanyaan ketiga dengan jawaban yang sama, bukan?”

”Haha… Kau keliru Anak muda. Pipimu terbuat dari apa?”

“Mm… kulit, daging dan tulang”

“Benar. Tapi maksudku, dalam penjelasan awal kejadian makhluk, manusia diciptakan dari apa?”

“Tanah… Mm.. Saripati tanah. Begitu yang kubaca dari buku”

“Benar. Begitu juga dengan pipimu. Ia berasal dari material yang sama yaitu (saripati) tanah yang akhirnya menjadi kulit, daging dan tulang. Bagimana dengan tanganku ini. Terbuat dari apa dia?”

“Tentu saja sama, (saripati) tanah.”

“Ketika kutampar pipimu dengan tanganku yang sama-sama tercipta dari material pembentuh tubuh yang sama, apa yang kau rasakan?”

“Sakit. Sakiiiiit sekali!”

“Itulah jawaban atas petanyaanmu yang ketiga. Meskipun setan terbuat dari api, ia juga akan merasakan sakit yang sama ketika disiksa api neraka nanti.”

Akhirnya, pemuda cerdas itu mengangguk. Tiga pertanyaan yang merisaukannya selama ini terjawab sudah hanya dengan satu jawaban: ”tamparan!”. 

Ia akhirnya percaya bahwa Tuhan, takdir, setan dan neraka itu ada! Ia akan mengingat pelajaran berharga itu seumur hidupnya. Wallahu A’lam Bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar