17 November 2011

Reality Is Truth Of


Pengertian benar menurut etika (ilmu akhlak) ialah hal-hal yang sesuai /cocok dengan peraturan-peraturan secara objektif “Benar” adalah satu tak ada dua benar yang bertentangan, mungkin salah satunya saja yang benar atau kedua-duanya salah. Jadi kebenaran itu pada dasarnya satu dan yang bermacam macam tersebut hanyalah bagaimana cara menyapai kebenaran tersebut.

Apabila benar itu kriterianya adalah peraturan, maka adalah wajar apabila kita dapati di dunia ini yang berlainan. Bahkan mungkin bertentangan antara benar menurut waktu yang lain atau benar menurut sesuatu golongan dengan benar menurut golongan yang lain, sebab peraturannya berlainan.

Secara objektif, bahwa benar hanyalah satu dan tak mungkin mengandung perlawanan didalamnya, maka pada hakikatnya yang benar itu adalah pasti dan hanya satu, yang dibuat maha satu, peraturan yang dibuat oleh manusia yang bersifat relatif adalah benar apabila tidak bertentangan dengan peraturan objektif yang dibuat oleh tuhan,
Dalam fisafat, pengajian tentang standar kebenaran amat penting karena salah satu definisi filsafat adalah cinta kebenaran.

Karl popper, filosof Jerman menegaskan bahwa pemikiran yang sudah dianggap benar itu harus digugat kembali, caranya adalah dengan mengadakan dekontruksi pemikiran yaitu mengadakan pengkajian ulang terhadap data data yang terkumpul. Suatu teori yang sudah dianggap benar, maka teori itu harus tahan uji (testable).
Yakni dengan mencari data baru yang bertentangan dengan itu kalau data itu bertentangan dengan teori yang ada maka otomatis teori itu tersebut batal (refutability) sebaliknya kalau data itu cocok dengan teori lama. Maka teori itu semakin kuat (corrobartion).

Menurut laningan (naskah akta) Ada 3 Teori kebenaran:
Teori koherensi
Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan ini koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya dianggap benar.
Jika kita mengangap bahwa “ semua manusia itu akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar maka pernyataan sih fulan adalah seorang manusia dan sih fulan pasti akan mati, adalah benar pula sebab koheren atau konsisten dengan pernyataan pertama

Teori Korespondensi
Suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh Persyaratan itu berkorespondesi (Berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan itu
Bahwa jakarta adalah ibukota RI, itu adalah benar berkorespondesi dengan fakta.
Teori korespondensi ini pada umumya di anut oleh para pengikut realisme, Diantara pelopor teori korespondensi ini adalah plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey dan tarski, teori ini dikembangkan oleh bertrand Russell.

Teori Pragmatik
Suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Kalau teori x dikembangkan menjadi teori y yang kemudian teori y berhasil dibuktikan maka teori x itu benar.
Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1865 oleh charles. S. pierce ( 1839-1914)

Mehdi Ha’iri yazdi, profesor filsafat di unirvesitas teheren menambahkan bahwa ukuran kebenaran itu tidak hanya koheresi, korespondensi, dan pragmatis tetapi ada tambahannya yaitu ilmu hudhuru/ iluminasi.

Ilmu iluminasi ini berada dengan korespondesi karena kalau dalam korespondensi membutuhkan objek diluar diri seperti meja dan kursi. Adapun iluminasi tidak memiliki objek diluar dirinya tetapi objek itu sendiri adalah objek subjektif yang ada pada dirinya.
Para sufi pada umumya mengakui dan bahkan mempertegas keberadaan konsep iluminatif ini, oleh sebagian sufi, iluminasi itu adalah pengetahuan diri tentang diri yang berasal dari penyinaran dan anugrah tuhan. Pengetahuan tersebut di gambarkan dengan berbagai ungkapan dan keadaan. Ada yang menyebutkannya dengan terbukanya hijab antara dirinya dengan tuhan sehingga pengetahuan dan rahasianya dapat diketahui. Ada yang mengukapkan dengan rasa cinta yang dalam sehingga antara dia dengan tuhan tidak ada rahasia lagi.
Bagi Ha’iri Yazdi pengetahuan para sufi itu di perkuat dengan meletakan landasan yang lebih rasional dan argumen filosofis. Menurutnya pengetahuan para sufi tersebut adalah bagian dari pengetahuan subjek yang merupakan dasar atau prasyarat sebelum mengetahui objek eksternal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar