02 September 2011

“Sampai Kapan Mesti Sabar…?”

Ketika manusia dihadapkan pada sebuah masalah, seringkali reaksi yang dilakukan adalah marah, menyalahkan orang lain/keadaan, dsb. Banyak orang yang belum terlatih untuk mengendalikan emosinya. Karena mengendalikan emosi itu adalah hal yang cukup sulit dilakukan. Kesenjangan sosial yang menimbulkan kecemburuan sosial, kenyataan hidup yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, merasa selalu berbuat baik, membantu orang lain, jujur, atau mengalah tapi selalu dirugikan atau dicurangi oleh orang lain, dsb. itu juga dapat merupakan pemicu ketidaksabaran manusia pada umumnya. Hingga ujung-ujungnya selalu muncul pertanyaan: “Sampai kapan mesti sabar…?”

Kalau hal-hal pemicu di atas didasarkan pada ketidakadilan di masyarakat, sangat wajar kalau muncul pertanyaan demikian. Orang baik/jujur yang sering kita lihat di masyarakat seringkali mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya. Sementara sebaliknya, orang jahat yang berbuat zalim kepada orang lain malah seringkali tidak mengalami balasan yang serupa dengan perbuatannya. Itulah dunia. Isinya hanya ketidakadilan. Karena mungkin Allah SWT memang membebaskan manusia untuk berbuat sesuka hatinya, sementara akibatnya tanggung sendiri nanti di akhirat! Kira-kira seperti itu…

Ada juga yang menganggap bahwa sabar itu ada batasnya. Seseorang dapat memperiodekan kesabarannya atas sesuatu hal sampai pada titik tertentu, sehingga apabila telah lewat dari titik tersebut, maka Ia akan melakukan tindak lanjut. Maksudnya apa? Tindak lanjut disini dapat diartikan reaksi atas sesuatu yang tidak dapat terealisasi sampai pada batas waktu tertentu. Reaksi tersebut biasanya diawali dengan emosi (marah/menangis) lalu kemudian orang tersebut bertindak sesuatu karena merasa kesabarannya sudah habis. Bahkan, luapan emosi yang tanpa kendali juga seringkali terjadi ketika seseorang merasa kesabaran yang dimiliki sudah sampai pada batasnya.

Pada hakikatnya, batas kemampuan seseorang dalam menghadapi sebuah ujian atau cobaan berbeda-beda. Barangkali inilah yang membuat batas sebuah kesabaran menjadi relatif. Namun sayangnya, batas kesabaran ini terkadang dijadikan dalih untuk melakukan hal-hal tidak terpuji yang bertolak belakang dengan sabar itu sendiri.

Lain halnya dengan ceramah yang pernah saya dengar sebelumnya. Pada suatu hari saya pernah mengikuti suatu kelas peningkatan kualitas diri di sebuah institusi. Sang guru mengatakan bahwa yang namanya sabar itu tidak ada batasnya, batasnya itu ya “setan” katanya. Karena menurutnya sebagaimana kita ketahui bahwa sabar itu adalah salah satu sifat Allah SWT yang ada dalam Asma’ul Husna (99 Nama-nama Allah SWT). Jadi menurutnya kalau kita sabar berarti kita menyatu dengan sifat Illahi yang dapat berdampak positif ke dalam kehidupan kita. Hidup menjadi lebih nyaman karena kita mampu menerima sesuatu apa adanya, tidak banyak komplain ini itu, kondisi tubuh menjadi lebih sehat karena tidak banyak memikirkan mengapa begini mengapa begitu, harusnya begini harusnya begitu, dsb. Dampak-dampak positif tersebut juga secara tidak langsung membuat kita ikhlas akan keadaan. Ikhlas sebagaimana yang saya pelajari dalam buku Quantum Ikhlas yang ditulis oleh Erbe Sentanu adalah menyerahkan sepenuhnya doa kita pada Yang Maha Memberi yakni Allah SWT, layaknya kita mengirimkan sms pada seseorang, kita tidak perlu memikirkan bagaimana cara kerjanya sampai sms itu bisa sampai ke penerima lalu kita menerima balasannya. Secara tidak kita sadari, setiap kita mengirimkan sms itu kita sudah ikhlas, hingga tahu-tahu kita menerima balasannya. Begitu pula dengan doa yang kita panjatkan kepada Yang Maha Kuasa di dunia ini. Jadi dengan kata lain, kalau kita sabar berarti kita ikhlas menerima kenyataan apapun yang Allah berikan, maka Insya Allah yang namanya keinginan-keinginan kita juga akan mudah terpenuhi. Manfaatnya terasa besar sekali atas sifat sabar ini. Memang tidak mudah. Namun harus sering dilatih.

Dalam Al-Qur’an juga sebenarnya sudah dijelaskan:

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Surat Al-Baqarah ayat 45 dan 46)

Mudah-mudahan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas dapat memperkuat keyakinan kita bahwa sabar karena Allah adalah solusi yang terbaik untuk menyikapi masalah apapun dalam hidup kita. Selain itu, akhir-akhir ini juga banyak orang yang mulai membagi ilmu yang dipraktekkannya sendiri dan berhasil dengan memberikan kelas atau seminar pelatihan peningkatan kualitas diri untuk menjadi manusia yang lebih baik. Saran saya ikutilah program-program seperti itu atau banyaklah membaca buku-buku psikologi/motivasi diri. Karena jaman sekarang sepertinya dunia sudah makin gila. Hukum dijadikan boneka yang bisa dibeli lalu dipermainkan. Keadilan sudah tidak ada. Banyak orang stres karena tertekan dengan keadaan di mana yang punya uanglah yang bisa bertahan hidup. Sementara untuk mencari uang pun susahnya setengah mati. Kesempatan/lowongan kerja mungkin banyak, tetapi peluang untuk mendapatkannya yang kecil, karena persaingan yang keras. Tidak banyak orang beruntung memperoleh kesempatan untuk menghasilkan uang. Terkadang niat sudah bulat, hati sudah siap, tapi kesempatannya yang belum ada. Kalimat tersebut bisa berlaku dalam konteks apapun, entah itu mencari pekerjaan, mencari jodoh, mencari partner bisnis, dsb. Jaman sekarang dalam hal mencari pekerjaan juga masyarakat lebih memilih jalur koneksi daripada jalur resmi karena lebih meyakinkan. Singkatnya orang-orang lebih pilih shortcut untuk mendapatkan sesuatu karena lebih aman dan menguntungkan. Iya kalau memang punya koneksi, kalau tidak ya kasihan juga orang-orang yang bertekad jujur bersaing untuk mendapatkan suatu pekerjaan, namun tersingkir oleh orang-orang yang menggunakan cara-cara koneksi seperti itu.

Yah, itulah hidup. Kita harus pintar-pintar menyiasatinya. Mungkin memang benar apa kata pepatah mengenai seleksi alam: “Hanya yang kuat yang bisa bertahan.” Sehingga supaya kita bisa menjadi lebih kuat tidak kalah dengan mereka-mereka yang pakai cara-cara curang/tidak halal, cobalah menyatu dengan sifat Illahi, yakni sabar. Latih terus kesabaran Anda setiap saat. Tidak mudah memang. Tapi kalau tujuannya demi tercapainya keinginan Anda, maka otomatis Anda akan tertantang untuk melatih kesabaran ini. Dengan sabar Insya Allah, yang benarlah yang akan menang. Karena Allah Maha Adil toh! Kebathilan di dunia ini hanya bisa dilawan dengan kebaikan. Mudah-mudahan persepsi tentang “dunia ini tidak pernah adil” itu akan hilang seiring dengan kesabaran Anda. Sekian dulu ya. Semoga bermanfaat dan semoga Anda bisa menjadi manusia yang sabar seutuhnya karena Allah SWT. Amiiin….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar